Biografi Sayyidah Fatimah Az-Zahrah

FATIMAH AZ-ZAHRA AS, PENGHULU WANITA SEMESTA

Mukadimah

Dahulu kala, masyarakat memandang perempuan bagaikan hewan atau bagian dari kekayaan yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Demikian pula masyarakat Arab pada masa Jahiliyah. Mereka senantiasa memandang wanita sebagai makhluk yang hina. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup.
Ketika fajar mentari Islam terbit, Islam memberikan hak kepada kaum hawa dan telah menentukan pula batas-batasnya, seperti hak sebagai ibu, hak sebagai istri, dan hak sebagai pemudi.
Tentu kita semua sering mendengar hadis Nabi saw yang menyatakan, “Surga itu terletak di bawah kaki ibu.”
Di lain kesempatan, beliau bersabda, "Kerelaan Allah terletak pada kerelaan orang tua." (Dan perempuan termasuk salah satu dari orang tua).
Islam telah memberikan batasan kemanusiaan kepada wanita dan memberikan aturan, undang-undang yang menjamin perlindungan, penjagaan terhadap kemuliaan wanita dan kehormatannya.
Sebagai contoh yang jelas ialah hijab atau jilbab. Jilbab bukanlah penjara bagi wanita, tapi ia merupakan kebanggaan baginya, sebagaimana kita selalu melihat permata yang tersimpan rapi di dalam kotaknya, atau buah-buahan yang tersembunyi di balik kulitnya.
Sedangkan bagi wanita muslimah, Allah SWT telah memberikan aturan yang dapat melindunginya dan menjaga diriya, yaitu jilbab. Bahkan tidak hanya sekedar pelindung, jilbab dapat menambah ketenangan dan keindahan pada diri wanita tersebut.
Wanita dalam pandangan Islam berbeda secara mencolok dari apa yang terjadi di Barat. Dunia Barat memandang wanita laksana benda atau materi yang layak untuk diiklankan, diperdagangkan, dan bisa diambil keuntungan materinya, dengan dalih memelihara etika dan kemuliaan wanita sebagai manusia.
Pandangan ini benar-benar telah membuat nilai wanita terpuruk dan terpisah dari naluri serta nilai-nilai kemanusiaan. Kita juga menyaksikan keretakan keluarga, perceraian yang terjadi di dalam masyarakat Barat telah sedemikian mengkuatirkan.
Dalam pandangan dunia Barat, wanita telah berubah menjadi seonggok barang yang tidak berharga lagi, baik dalam dunia perfilman, iklan, promosi, ataupun dalam dunia kontes kecantikan.
Teman-teman, marilah kita sejenak menengok sosok teladan kaum wanita dalam Islam yang terwujud dalam kehidupan putri Rasulullah tercinta.
Dialah Siti Fatimah Az-Zahra as.
Putri tersayang Nabi Muhammad saw.
Istri tercinta Imam Ali as.
Bunda termulia Hasan, Husain, dan Zainab as.

Hari Lahir

Fatimah as dilahirkan pada tahun ke-5 setelah Muhammad saw diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Isra' dan Mikraj beliau.
Sebelumnya, Jibril as telah memberi kabar gembira kepada Rasulullah akan kelahiran Fatimah. Ia lahir pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, di kota suci Makkah.

Fatimah di Rumah Wahyu

Fatimah as hidup dan tumbuh besar di haribaan wahyu Allah dan kenabian Muhammad saw. Beliau dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah SWT dan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Acapkali Rasulullah saw melihat Fatimah masuk ke dalam rumahnya, beliau langsung menyambut dan berdiri, kemudian mencium kepala dan tangannya.
Pada suatu hari, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw tentang sebab kecintaan beliau yang sedemikian besar kepada Fatimah as.
Beliau menegaskan, “Wahai ‘Aisyah, jika engkau tahu apa yang aku ketahui tentang Fatimah, niscaya engkau akan mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah darah dagingku. Ia tumpah darahku. Barang siapa yang membencinya, maka ia telah membenciku, dan barang siapa membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku.”
Kaum muslimin telah mendengar sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa sesungguhnya Fatimah diberi nama Fatimah karena dengan nama itu Allah SWT telah melindungi setiap pecintanya dari azab neraka.
Fatimah Az-Zahra’ as menyerupai ayahnya Muhammad saw dari sisi rupa dan akhlaknya.
Ummu Salamah ra, istri Rasulullah, menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah. Demikian juga ‘Aisyah. Ia pernah menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam ucapan dan pikirannya.
Fatimah as mencintai ayahandanya melebihi cintanya kepada siapa pun.
Setelah ibunda kinasihnya, Khadijah as wafat, beliaulah yang merawat ayahnya ketika masih berusia enam tahun. Beliau senantiasa berusaha untuk menggantikan peranan ibundanya bagi ayahnya itu.
Pada usianya yang masih belia itu, Fatimah menyertai ayahnya dalam berbagai cobaan dan ujian yang dilancarkan oleh orang-orang musyrikin Makkah terhadapnya. Dialah yang membalut luka-luka sang ayah, dan yang membersihkan kotoran-kotoran yang dilemparkan oleh orang-orang Quraisy ke arah ayahanda tercinta.
Fatimah senantiasa mengajak bicara sang ayah dengan kata-kata dan obrolan yang dapat menggembirakan dan menyenangkan hatinya. Untuk itu, Rasulullah saw memanggilnya dengan julukan Ummu Abiha, yaitu ibu bagi ayahnya, karena kasih sayangnya yang sedemikian tercurah kepada ayahandanya.

Pernikahan Fatimah as

Setelah Fatimah as mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah as).”
Kemudian, Jibril as datang untuk mengkabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib as. Tak lama setelah itu, Ali as datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah as. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?"
Fatimah as diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.”

Acara Pernikahan

Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! 'Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu 'alallah.”
Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.”
Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”
Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu”.
Di tengah-tengah keramaian dan kerumunan wanita yang berasal dari kaum Anshar, Muhajirin, dan Bani Hasyim, telah lahir sesuci-suci dan seutama-utamanya keluarga dalam sejarah Islam yang kelak menjadi benih bagi Ahlulbait Nabi yang telah Allah bersihkan kotoran jiwa dari mereka dan telah sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.
Acara pernikahan kudus itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan setuju apabila Ali menjual perisainya.
Setelah menjual perisai, Ali menyerahkan uangnya kepada Rasulullah saw. Dengan uang tersebut beliau menyuruh Ali untuk membeli minyak wangi dan perabot rumah tangga yang sederhana guna memenuhi kebutuhan keluarga yang baru ini.
Kehidupan mereka sangat bersahaja. Rumah mereka hanya memiliki satu kamar, letaknya di samping masjid Nabi saw.
Hanya Allah SWT saja yang mengetahui kecintaan yang terjalin di antara dua hati, Ali dan Fatimah. Kecintaan mereka hanya tertumpahkan demi Allah dan di atas jalan-Nya.
Fatimah as senantiasa mendukung perjuangan Ali as dan pembelaannya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya yang agung nan mulia. Dan suaminya senantiasa berada di barisan utama dan terdepan dalam setiap peperangan. Dialah yang membawa panji Islam dalam setiap peperangan kaum muslimin. Ali pula yang senantiasa berada di samping mertuanya, Rasulullah saw.
Fatimah as senantiasa berusaha untuk berkhidmat dan membantu suami, juga berupaya untuk meringankan kepedihan dan kesedihannya. Beliau adalah sebaik-baik istri yang taat. Beliau bangkit untuk memikul tugas-tugas layaknya seorang ibu rumah tangga. Setiap kali Ali pulang ke rumah, ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan di sisi sang istri tercinta.
Fatimah as merupakan pokok yang baik, yang akarnya menghujam kokoh ke bumi, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Fatimah dibesarkan dengan cahaya wahyu dan beranjak dewasa dengan didikan Al-Qur'an.

Keluarga Teladan

Kehidupan suami istri adalah ikatan yang sempurna bagi dua kehidupan manusia untuk menjalin kehidupan bersama.
Kehidupan keluarga dibangun atas dasar kerjasama, tolong menolong, cinta, dan saling menghormati.
Kehidupan Ali dan Fatimah merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan suami istri yang bahagia. Ali senantiasa membantu Fatimah dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Begitu pula sebaliknya, Fatimah selalu berupaya untuk mencari keridhaan dan kerelaan Ali, serta senantiasa memberikan rasa gembira kepada suaminya.
Pembicaraan mereka penuh dengan adab dan sopan santun. "Ya binta Rasulillah"; wahai putri Rasul, adalah panggilan yang biasa digunakan Imam Ali setiap kali ia menyapa Fatimah. Sementara Sayidah Fatimah sendiri menyapanya dengan panggilan “Ya Amirul Mukminin”; wahai pemimpin kaum mukmin.
Demikianlah kehidupan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as.
Keduanya adalah teladan bagi kedua pasangan suami-istri, atau pun bagi orang tua terhadap anak-anaknya.

Buah Hati

Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah as melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Az-Zahra as. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.
Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan.
Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah as. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”
Satu tahun berselang, Fatimah as melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah as itu dengan nama-nama tersebut.
Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra as.

Kedudukan Fatimah Az-Zahra’ as

Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta.
Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.
Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.
Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.

Kepergian Sang Ayah

Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah saw jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.
Tidak lama kemudian Rasul saw membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.
Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.
Rasul saw meninggalkan dunia dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit.
Kepergian Rasul saw merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.
Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan.
Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.
Imam Ali as melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.
Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci.
Akhirnya, Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah SWT.”
Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.

Kepergian Putri Tercinta Rasul

Bagaikan cahaya lilin yang menyala kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as sepeninggal Rasul saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan(r) Rasulullah.
Kerinduan Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta.
Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja memasuki usia 3 tahun.
Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman hidupnya di segala medan.
Sayidah Fatimah as memejamkan mata untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.
Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia dan kemisterian kuburan beliau.
Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa. Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah ... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat datang menjumpaimu.
"Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian berdua!”[]

Riwayat Singkat Sayidah Fatimah as

Nama        : Fatimah.
Julukan    : Az-Zahra’, Al-Batul, At-Thahirah.
Ayah         : Mahammad.
Ibu            : Khadijah binti Khuwailid.
Kelahiran : Jumat 20 Jummadil Akhir.
Tempat     : Makkah Al-Mukarramah.
Wafat       : MadinahAl-Munawarah, Tahun 11 H.
Makam    : Tidak diketahui.

al-shia.org




Sayyidah Fatimah AzZahrah a.s.

A. Biografi Singkat Fathimah Az-Zahra` a.s.

Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAW dan Khadijah Al-Kubra. Julukannya antara lain az-zahra`, ash-shiddiiqah, ath-thaahirah, al-mubaarakah, az-zakiah, ar-radhiah, al-mardhiah, al-muhaddatsah dan al-batuul. Mayoritas sejarawan Syi’ah dan Ahlussunnah menetapkan bahwa ia lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 5 H.. Akan tetapi, sebagian yang lain menyatakan bahwa hal itu jatuh pada tahun 3 H, dan kelompok ketiga menetapkannya pada tahun 2 H. Salah seorang sejarawan dan ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa kelahirannya jatuh pada tahun 1 H.
Jelas bahwa usaha memperjelas hari kelahiran tokoh-tokoh besar sejarah meskipun dari sudut pandang historis dan riset ilmiah memiliki nilai yang besar, akan tetapi, dari sisi mengenal peran mereka dalam sejarah, hal itu tidak begitu urgen. Yang penting adalah mengetahui peran mereka dalam membentuk masa depan manusia dan sejarah.

Fathimah a.s. dididik di rumah ayahnya, sebuah rumah kenabian dan tempat turunnya wahyu. Rumah tempat kelahiran kelompok pertama yang beriman kepada keesaan Allah dan dengan tegar memegang iman mereka. Rumah itu adalah satu-satunya rumah dari sekian banyak rumah di jazirah Arab yang dari dalamnya berkumandang suara ‘Allahu Akbar’, dan Fathimah a.s. adalah satu-satunya anak wanita yang mengalami kehangatan semacam itu. Ia berada di rumah itu sendirian dan masa kecilnya ia lalui dengan segala kesendirian. Dua saudarinya, Ruqaiyah dan Ummi Kultsum lebih besar beberapa tahun dari dirinya. Mungkin salah satu rahasia kesendiriannya adalah supaya ia dapat memfokuskan diri terhadap penggemblengan raga dan jiwa.
Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali a.s., ia dikenal sebagai seorang wanita figur di sepanjang sejarah. Dalam kehidupan berumah tangga ia adalah seorang wanita figur, dan dalam beribadah kepada Allah ia juga dikenal sebagai wanita teladan. Setelah selasai dari semua kewajiban sebagai ibu rumah tangga, ia dengan penuh khusyu’ dan rendah hati beribadah kepada Allah serta berdoa untuk kepentingan orang lain.
Imam Shadiq a.s. meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. berkata: “Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu berdoa untuk kepentingan orang, dan ia tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya: “Ibu, mengapa Anda tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana Anda mendoakan orang lain?” “Tetangga harus didahulukan, wahai putraku”, jawabnya singkat”.
Zikir-zikir setelah shalat wajib yang sering dibacanya telah diriwayatkan dalam referensi-referensi Syi’ah dan Ahlussunnah. Zikir tersebut dikenal dengan sebutan tasbiihaat Fathimah a.s.
Sebelum Rasulullah SAWW meninggal dunia, segala kesulitan hidup yang dialaminya sirna dengan melihat wajah berseri sang ayah. Bertemu dengan sang ayah dapat membasmi semua kepenatan dan menganugerahkan ketenteraman dan kekuatan baru. Akan tetapi, meninggalnya sang ayah, terzaliminya sang suami, hilangnya kebenaran dan –-lebih penting dari semua itu–, penyelewengan-penyelewengan yang terjadi setelah meninggalnya Rasulullah SAWW dalam waktu yang sangat singkat, sangat menyakiti jiwa dan kemudian raga Fathimah a.s. Berdasarkan pembuktian sejarah, sebelum sang ayah meninggal dunia, ia tidak pernah memiliki penyakit raga.
Anda pasti telah mendengar cerita mereka yang datang ke rumah Fathimah a.s. dan ingin membakar rumah dan seluruh isinya. Peristiwa ini dengan sendirinya sudah cukup sebagai peristiwa yang sangat menyakitkannya. Apalagi jika ditambah dengan peristiwa-peristiwa lain.
Putri Rasulullah SAWW terbaring di atas ranjang merintih kesakitan. Para wanita Muhajir dan Anshar mengelilinginya. Ia masih sempat melontarkan ceramah di hadapan mereka. Dan dengan menukil sebagian kecil dari ceramah tersebut, Anda akan memahami betapa ia mengeluh terhadap keadaan masyarakat kala itu yang memancing di air keruh untuk merampas wilayah dari pemiliknya yang sah.
“Demi Allah, jika mereka menyerahkan kepada Ali segala tugas yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAWW, ia akan membawa mereka menuju ke jalan yang lurus dan memberikan hak setiap orang kepadanya. Oh, kenapa masa ini dipenuhi oleh hal-hal yang aneh dan permainan datang silih berganti.
Mengapa kaum kalian berbuat demikian? Apa alasan mereka? Mereka adalah para pencinta yang bohong. Akhirnya mereka akan merasakan balasannya.
Mereka telah meninggalkan kepala dan memegang erat ekor. Mereka mencari (baca : mengikuti) orang-orang awam dan enggan bertanya kepada orang-orang alim. Laknat atas orang-orang bodoh dan lalim yang menganggap kelalimannya sebagai sebuah kebajikan”.
Pada akhirnya putri Rasulullah SAWW itu mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini dan berjumpa dengan Tuhannya. Imam Ali a.s. menguburkan jasadnya pada malam hari sehingga tidak ada kesempatan bagi Abu Bakar untuk menghadiri penguburannya. Ia meninggal dunia sebagai syahid yang terzalimi.
Berkenaan dengan tanggal syahadahnya, para ahli hadis juga berbeda pendapat. Pendapat yang masyhur adalah 13 Jumadil Ula 11 H., dan pendapat lain menyatakannya jatuh pada tanggal 3 Jumadits Tsani 11 H.

b. Ilmu Fathimah a.s

Fathimah a.s. dari semenjak lahir telah mempelajari ilmu pengetahuan dari sumber wahyu. Rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang dimilikinya adalah hasil diktean sang ayah dan ditulis oleh suaminya tercinta, Imam Ali a.s. Setelah itu, ia mengumpulkannya dalam bentuk sebuah mushaf yang akhirnya dikenal dengan nama Mushaf Fathimah a.s.

c. Mendidik Orang Lain

Dengan menjelaskan hukum dan pengetahuan-pengetahuan Islam, Fathimah a.s. telah berhasil memperkenalkan para wanita pada masa itu dengan kewajiban-kewajiban mereka. Fidhdhah, salah seorang murid dan hasil didikannya selama dua puluh tahun tidak berbicara kecuali Al Quran dan jika ia hendak menerangkan sesuatu, ia menjelaskannya dengan membaca ayat-ayat Al Quran.
Suatu hari seorang wanita menghadap Fathimah a.s. seraya bertanya: “Saya memiliki seorang ibu yang sudah tua dan sering mengerjakan shalat dengan keliru. Ia menyuruhku untuk bertanya kepada Anda berkenaan dengan permasalahan tersebut”. Ia pun menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu mengulangi pertanyaan yang sama sebanyak sepuluh dan ia pun menjawab setiap pertanyaannya tersebut. Akhirnya, wanita itu merasa malu dan berkata: “Saya tidak akan mengganggu Anda lagi”. Fathimah a.s. menjawab: “Tidak apa-apa. Datanglah kemari dan tanyakanlah segala permasalahanmu. Berapa kali pun engkau bertanya, aku tidak akan marah. Aku pernah mendengar ayahku bersabda: “Pada hari kiamat ulama pengikut kami akan dibangkitkan dan mereka akan dianugerahi kedudukan yang tinggi sesuai dengan kadar ilmu yang mereka miliki. Pahala mereka akan disesuaikan dengan kadar usaha yang telah mereka lakukan dalam memberikan petunjuk kepada hamba-hamba Allah”.

d. Ibadah Fathimah a.s.

Fathimah a.s. mengkhususkan sebagian waktu di malam hari untuk beribadah. Karena lamanya berdiri ketika mengerjakan shalat malam, akhirnya kakinya membengkak. Hasan Al-Bashri (wafat 110 H.) pernah berkata: “Tidak ada seorang pun dari umat ini dari segi zuhud, ibadah dan takwa yang melebihi Fathimah a.s.”.

e. Sebuah Kalung yang Penuh Berkah

Suatu hari Rasulullah SAWW duduk di masjid dan dikelilingi oleh para sahabat. Tidak lama kemudian seorang tua bangka dengan pakaian compang-camping datang menghampiri mereka. Usia tua dan kelemahan badannya telah merenggut segala kekuatan yang dimilikinya. Rasulullah SAWW menghampirinya seraya bertanya tentang keadaannya. Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang papa dan lapar, berikanlah aku makanan. Aku telanjang, berikanlah kepadaku pakaian. Aku hidup menderita, tolonglah aku”. Rasulullah SAWW menjawab: “Aku sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu). Akan tetapi, orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, sebenarnya ia juga memiliki saham dalam kebaikan tersebut”.
Setelah berkata demikian, Rasulullah SAWW menyuruhnya untuk pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia pergi ke rumahnya dan sesampainya di sana ia menceritakan segala penderitaannya. Ia menjawab: “Aku pun sekarang tidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu)”. Setelah berkata demikian, ia melepas kalung yang dihadiahkan oleh putri Hamzah bin Abdul Muthalib kepadanya dan memberikannya kepada pria tua itu seraya berkata: “Juallah kalung ini, insya-Allah engkau akan dapat memenuhi kebutuhanmu”.
Setelah mengambil kalung tersebut pria tua itu pergi ke masjid. Rasulullah SAWW masih duduk bersama para sahabat kala itu. Pria tua itu berkata: “Wahai Rasulullah, Fathimah memberikan kalung ini kepadaku untuk dijual demi memenuhi segala kebutuhanku”. Rasulullah terisak menangis. Amar Yasir berkata: “Wahai Rasulullah, apakah Anda mengizinkan kalung ini kubeli?” “Siapa yang membelinya, semoga Allah tidak mengazabnya”, jawab Rasulullah SAWW singkat.
Amar Yasir bertanya kepada pria tua itu: “Berapa kamu mau menjualnya?” “Aku akan menjualnya seharga roti dan daging yang dapat mengenyangkanku, pakaian yang dapat menutupi badanku dan 10 Dinar sebagai bekalku pulang menuju rumahku”, jawabnya pendek.
Amar Yasir berkata: “Kubeli kalung ini dengan harga 20 Dinar emas, makanan, pakaian dan kuda (sebagai tungganganmu pulang)”. Ia membawa pria tua itu ke rumahnya, lalu diberinya makan, pakaian, kuda dan 20 Dinar emas yang telah disepakatinya. Setelah mengharumkan kalung tersebut dengan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain, ia berkata kepada budaknya: “Berikanlah bungkusan ini kepada Rasulullah, dan aku juga menghadiahkanmu kepada beliau”.
Rasulullah SAWW akhirnya menghadiahkan kalung dan budak tersebut kepada Fathimah a.s. Fathimah a.s. mengambil kalung tersebut dan berkata kepada budak itu: “Aku bebaskan engkau di jalan Allah”. Budak itu tersenyum. Fathimah a.s. menanyakan mengapa ia tersenyum. Ia menjawab: “Wahai putri Rasulullah, kalung ini yang membuatku tersenyum. Ia telah mengenyangkan orang yang kelaparan, memberikan pakaian kepada orang-orang yang tak berpakaian, menjadikan orang fakir kaya, memberikan tunggangan kepada orang yang tidak punya tunggangan, membebaskan budak dan akhirnya ia kembali pemilik aslinya”.

f. Peranan Fathimah a.s. dalam Peperangan-peperangan di Awal Munculnya Islam

Selama sepuluh tahun Rasulullah SAWW memerintah di Madinah, telah terjadi sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan peperangan (ghazwah) dan tiga puluh lima hingga sembilan puluh sariyah. Ghazwah adalah sebuah peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAWW, sedangkan sariyah adalah sebuah peperangan yang tidak langsung dipimpin olehnya. Akan tetapi, ia mengutus sebuah pasukan yang dipimpin oleh salah seorang sahabat yang telah ditunjuk olehnya. Kadang-kadang karena jarak yang amat panjang antara Madinah dan medan perang, mereka harus meninggalkan kota pusat Islam selama kurang lebih dua atau tiga bulan. Selama hidup berumah tangga dengan Fathimah Az-Zahra` a.s., Imam Ali a.s. banyak melalui waktu-waktunya di medan jihad atau di medan tabligh. Selama suaminya tercinta tidak berada di rumah, Fathimah a.s. mengambil alih tugas mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak mereka. Dan tugas ini dilaksanakannya dengan baik sehingga suaminya sebagai seorang prajurit Islam dapat menjalankan tugasnya dengan sempurna.
Selama masa-masa genting itu, Fathimah a.s. selalu membantu para keluarga prajurit dan syuhada Islam dan turut menghibur mereka. Dan kadang-kadang ia juga mengobati luka-luka yang dialami oleh keluarganya.
Pada peristiwa perang Uhud, Fathimah a.s. turut menghadiri peperangan tersebut bersama wanita-wanita yang lain. Di perang ini, Rasulullah SAWW luka parah dan Imam Ali a.s. juga mengalami luka yang tidak kalah parahnya. Fathimah a.s. mencuci darah dari wajah sang ayah dan Imam Ali a.s. yang menuangkan air dengan perisainya. Ketika melihat darah di wajahnya tidak kunjung berhenti mengalir, Fathimah a.s. mengambil setangkai pelepah kurma lalu dibakarnya. Setelah menjadi abu, ia melumurkan abu tersebut di atas luka sang ayah supaya darahnya berhenti mengalir. Rasulullah SAWW dan Imam Ali a.s. menyerahkan pedang mereka kepada Fathimah a.s. untuk dicuci.
Di perang ini Hamzah meneguk cawan syahadah. Setelah perang usai, Shafiah, saudari Hamzah bersama Fathimah a.s. duduk bersimpuh di sisi jenazah Hamzah yang sudah terkoyak-koyak sambil menangis. Rasulullah SAWW juga turut serta menangis seraya berkata kepada Hamzah: “Tidak ada musibah yang pernah kami alami seperti musibah yang telah menimpamu”. Setelah itu ia berkata kepada mereka berdua: “Kabar gembira buat kalian. Baru saja malaikat Jibril membawa berita bahwa di tujuh langit Hamzah sudah dikenal sebagai singa Allah dan Rasul-Nya”.
Setelah perang Uhud usai, selama Fathimah a.s. hidup ia selalu pergi berziarah ke kuburan syuhada Uhud setiap hari sebanyak dua atau tiga kali.
Di perang Khandaq, Fathimah a.s. mengantarkan sepotong roti kepada Rasulullah SAWW. Rasulullah SAWW bertanya: “Apa ini?” “Aku memasak roti. Hatiku tidak tenang sebelum mengantarkan roti ini kepadamu”, jawabnya. “Ini adalah makanan pertama yang kusantap setelah tiga hari kelaparan”, kata Rasulullah SAWW.
Di perang Mu`tah, Ja’far bin Abi Thalib meneguk cawan syahadah. Rasulullah SAWW pergi ke rumahnya untuk menjenguk keluarganya. Setelah itu, ia pergi ke rumah Fathimah a.s. Ia menangis terisak. Rasulullah SAWW bersabda: “Menangislah untuk orang-orang seperti Ja’far. Sediakanlah makanan untuk keluarganya. Karena mereka pada hari-hari ini telah lupa kepada diri mereka sendiri”.
Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, Fathimah a.s. juga ikut hadir secara aktif. Ummi Hani`, saudari Imam Ali a.s. bercerita: Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, aku melindungi dua orang dari kerabat suamiku yang masih musyrik di rumahku. Dan hingga kini mereka masih berada di rumahku. Tiba-tiba dengan menunggangi kuda dan berpakaian besi lengkap, Ali a.s. tiba di rumahku dan menghampiri mereka. Aku memisah dan berdiri di tengah-tengah mereka seraya berkata: “Jika engkau ingin membunuh mereka, engkau harus membunuhku terlebih dahulu”. Ali a.s. keluar dari rumahku. Hampir saja ia membunuh kedua orang tersebut. Aku pergi menemui Rasulullah SAWW di kemahnya yang berada di Bathha`. Tapi aku tidak menjumpainya. Akhirnya aku melihat Fathimah a.s. dan kuceritakan semua yang sudah terjadi. Ternyata ia lebih tegas dari suaminya. Ia berkata kepadaku dengan penuh keheranan: “Apakah engkau masih melindungi musyrikin?” Pada saat itu Rasulullah SAWW tiba dan aku memintakan suaka politik darinya untuk mereka. Ia menyetujuinya. Setelah itu ia menyuruh Fathimah a.s. untuk menyediakan air dan kemudian ia mandi.
Di bulan Ramadhan 10 H., Imam Ali a.s. mendapat perintah dari Rasulullah SAWW untuk bertabligh ke Yaman dengan membawa pasukan yang berjumlah tiga ratus penunggang kuda. Instruksi tersebut dapat ia laksanakan dengan baik dan banyak sekali penduduk Yaman yang memeluk agama Islam. Ia menyampaikan segala kegiatannya di Yaman melalui surat. Pada sebuah kesempatan Rasulullah SAWW menjawab bahwa untuk melaksanakan ibadah haji ia harus secepatnya sampai di Makkah. Dan pembawa surat Rasulullah SAWW itu kembali bersama Imam Ali a.s.
Di bulan Dzul Qa’dah tahun itu juga Rasulullah SAWW mengumumkan kepada penduduk Madinah dan kabilah-kabilah yang berdekatan bahwa ia ingin melaksanakan haji. Dengan demikian mereka telah mempersiapkan diri untuk melakukan kewajiban agung tersebut.
Rasulullah SAWW berangkat dari Madinah pada tanggal 25 Dzul Qa’dah 10 H. dan memulai ihram dari Dzul Hulaifah. Semua istrinya pada kesempatan ini ikut serta bersamanya. Fathimah a.s. juga tidak mau ketinggalan. Setelah tiga bulan melaksanakan tugas, Imam Ali a.s. berhasil sampai di Makkah untuk melaksanakan haji dan melihat istrinya tercinta saat itu juga. Setelah melaksanakan kewajiban haji yang dikenal dengan haji wada’, di tengah perjalanan pulang ke Madinah tepatnya di daerah yang bernama Ghadir Khum Rasulullah SAWW memproklamasikan keimamahan Imam Ali a.s. atas dasar perintah Allah. Dengan kehadiran Fathimah a.s. di haji wada’, dapat disimpulkan bahwa ia juga menghadiri pelantikan Ghadir Khum.

g. Fathimah Az-Zahra` a.s. di masa-masa terakhir Kehidupan Rasulullah SAWW

Di akhir-akhir umurnya penyakit Rasulullah SAWW bertambah parah. Di sisi sang ayah, Fathimah a.s. menatap wajah ayahnya yang bercahaya dan mengalirkan keringat dingin. Sambil menangis ia menatap ayahnya. Sang ayah tidak tega melihat putrinya menangis dan gelisah. Akhirnya sang ayah membisikkan sebuah ucapan di telinganya sehingga ia tenang dan tersenyum. Senyumnya pada masa-masa krisis seperti itu terlihat sangat aneh. Mereka bertanya kepadanya: “Rahasia apakah yang telah ia ucapkan?” Ia hanya menjawab: “Selama ayahku hidup aku akan bungkam seribu bahasa”. Setelah Rasulullah SAWW meninggal dunia, ia membongkar rahasia itu. Fathimah a.s. berkata: “Ayahku mengatakan kepadaku bahwa engkau adalah orang pertama dari Ahlul Baytku yang akan menyusulku. Oleh karena itu, aku bahagia”.
Pada kesempatan ini kami haturkan ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Fathimah a.s. dan telah diriwayatkan oleh Syi’ah dan Ahlussunnah. Dengan mengambil ilham dari ucapan-ucapan suci tersebut diharapkan cahaya hikmah akan terpancar dalam lubuk kalbu kita dan akan menjadi penerang jalan bagi kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari:
1. Kedudukan Ahlul Bayt a.s. di sisi Allah
“Panjatkanlah puja kepada Dzat yang karena keagungan dan cahaya-Nya seluruh penduduk langit dan bumi mencari perantara untuk menuju kepada-Nya. Kami adalah perantara-Nya di antara makhluk-Nya, kami adalah orang-orang keistimewaan-Nya dan tempat menyimpan kesucian-Nya, kami adalah hujjah-Nya berkenaan dengan rahasia ghaib-Nya, dan kami adalah pewaris para nabi-Nya”.
2. Segala yang memabukkan adalah haram
Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: “Wahai kekasih ayahnya, segala yang memabukkan adalah haram, dan segala yang memabukkan adalah khamar”.
3. Wanita terbaik
“Yang baik bagi wanita, hendaknya ia tidak melihat laki-laki dan laki-laki tidak melihatnya”.
4. Hasil ibadah yang disertai ikhlas
“Orang yang menghadiahkan kepada Allah ibadahnya yang murni, maka Ia akan menurunkan kepadanya kemaslahatannya yang terbaik”.
5. Kemurkaan Fathimah a.s. terhadap dua khalifah
Ia berkata kepada Khalifah pertama dan kedua: “Jika aku membacakan hadis dari Rasulullah SAWW apakah kalian akan mengamalkannya?”
“Ya”, jawab mereka singkat.
Ia melanjutkan: “Demi Allah, apakah kalian tidak pernah mendengar Rasulullah SAWW bersabda: “Kerelaan Fathimah adalah kerelaanku dan kemurkaannya kemurkaanku. Barang siapa mencintai Fathimah putriku, maka ia telah mencintaiku, barang siapa yang membuatnya rela, maka ia telah membuatku rela, dan barang siapa membuatnya murka, maka ia telah membuatku murka”?
“Ya, kami pernah mendengarnya dari Rasulullah SAWW”, jawab mereka pendek.
“Kujadikan Allah dan malaikat sebagai saksiku bahwa kalian berdua telah membuatku murka. Jika aku kelak berjumpa dengan Rasulullah, niscaya aku akan mengadukan kalian kepadanya”, lanjutnya.
6. Umat yang paling buruk
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Umatku yang terburuk adalah mereka yang berlimpahan nikmat, makan makanan yang berwarna-warni, memakai pakaian yang beraneka ragam dan mengucapkan segala yang diinginkan”.
7. Kapan seorang wanita lebih kepada Allah?
Fathimah a.s. bercerita: Rasulullah SAWW pernah bertanya kepada para sahabat mengenai wanita apakah dia?
“(Wanita adalah) sebuah rahasia (yang harus dijaga)”, jawab mereka pendek.
“Kapankah ia lebih dekat kepada Tuhannya?”, tanya Rasulullah SAWW kembali.
Mereka tidak dapat menjawab. Ketika ia (Fathimah a.s.) mendengar hal itu, spontan ia menjawab: “Ketika ia berada di dalam rumahnya”.
“Fathimah a.s. adalah penggalan tubuhku”, sabda Rasulullah SAWW menimpali.
8. Buah mengirimkan shalawat kepada Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berkata kepadaku: “Wahai Fathimah, barang siapa bershalawat kepadamu, maka Allah akan mengampuni (dosa-dosanya) dan mengumpulkannya denganku di surga”.
9. Ali a.s. adalah seorang panutan dan pemimpin
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Barang siapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka Ali adalah walinya, dan barang siapa yang menganggap aku sebagai imamnya, maka Ali adalah imamnya”.
10. Hijab Fathimah a.s.
Suatu hari Rasulullah SAWW bertamu ke rumah Fathimah a.s. dengan membawa seorang buta. Ia langsung menutup dirinya dengan hijab supaya tidak dilihat oleh orang tersebut. Rasulullah SAWW langsung bertanya: “Mengapa engkau menutupi dirimu dengan hijab padahal ia tidak dapat melihatmu?”
“Jika ia tidak dapat melihatku, aku yang dapat melihatnya. Ia dapat mencium aroma badanku”, jawabnya.
“Aku bersaksi bahwa engkau adalah pengalan tubuhku”, jawab Rasulullah SAWW menimpali.
11. Sebuah konsep hidup yang sempurna
Fathimah a.s. berkata: (Pada suatu malam) Rasulullah SAWW pernah bertamu ke rumahku dan aku sudah naik ke ranjang untuk tidur malam. Ia berpesan: “Wahai Fathimah, janganlah engkau tidur kecuali setelah melakukan empat hal: mengkhatamkan Al Quran, menjadikan para nabi a.s. sebagai pemberi syafaatmu, menjadikan mukminin rela terhadap dirimu dan melaksanakan haji dan umrah”.
Setelah berkata demikian, ia langsung melaksanakan shalat. Aku sabar menunggunya hingga ia menyelesaikan shalatnya. Setelah menyelesaikan shalatnya, aku bertanya: “Wahai Rasulullah, engkau memerintahkanku untuk melaksanakan empat hal yang tidak mungkin dapat kukerjakan dalam kondisi seperti ini?”
Ia tersenyum seraya berkata: “Jika engkau membaca ‘qul huwallaahu ahad’ (maksudnya membaca surah al-ikhlash — pen.) sebanyak tiga kali, maka kamu telah mengkhatamkan Al Quran, jika engkau bershalawat kepadaku dan kepada para nabi sebelumku, maka kami akan memberikan syafaat kepadamu pada hari kiamat, jika engkau beristigfar untuk mukminin, maka mereka akan rela terhadapmu, dan jika engkau membaca ‘subhaanallaah wal hamdulillaah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar’ engkau telah mengerjakan haji dan umrah”.
12.Kerelaan suami
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Celakalah seorang istri yang membuat suaminya marah dan kabar gembira bagi seorang istri yang suaminya rela terhadapnya”.
13.Manfaat cincin akik
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Barang siapa yang selalu memakai cincin akik, maka ia akan selalu melihat kebaikan”.
14.Ali a.s. adalah pemecah problema yang terbaik
Fathimah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW pernah bercerita: Sekelompok malaikat pernah bertengkar tentang suatu masalah. Kemudian mereka meminta seorang penengah dari bangsa manusia. Allah mewahyukan kepada mereka agar memilih siapa yang mereka sukai. Akhirnya mereka memilih Ali bin Abi Thalib a.s.
15.Wanita penghuni neraka
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bercerita tentang pengalamannya setelah melihat penduduk neraka: “Wahai putriku, wanita yang digantung dengan rambutnya itu adalah wanita yang tidak menutupi rambutnya dari pandangan laki-laki, wanita yang digantung dengan lidahnya adalah wanita yang suka mengganggu suaminya. Adapun wanita yang berkepala babi dan berbadan keledai adalah wanita yang suka mengadu domba dan pembohong, dan wanita yang berbadan anjing adalah wanita penyanyi dan penghasut”.
16.Syarat-syarat orang yang berpuasa
“Orang yang sedang menjalankan puasa jika tidak menjaga mulut, telinga, mata dan seluruh anggota badannya, maka ia tidak termasuk kategori orang yang berpuasa”.
17.Muslim pertama dan yang paling alim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Suamimu adalah orang yang paling alim, orang yang pertama masuk Islam dan orang yang paling penyabar”.
18.Menolong keturunan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Jika seseorang pernah menolong seorang dari keturunanku dan ia belum membalasnya, maka aku yang akan membalasnya”.
19.Ali a.s. dan para pengikutnya
Fathimah a.s. berkata: “Ayahku melihat Ali a.s. seraya berkata: “Orang ini dan para pengikutnya adalah penghuni surga”.
20.Para pengikut Ali a.s. di hari kiamat
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Wahai Abal Hasan, engkau dan para pengikutmu adalah penghuni surga”.
21.Al Quran dan ‘itrah dalam ucapan Rasulullah SAWW
Fathimah a.s. bercerita: Aku pernah mendengar ayahku berpesan ketika ia sedang menunggu ajal tiba dan kamarnya dipenuhi oleh para sahabat: “Wahai manusia, tidak lama lagi aku harus pergi meninggalkan kalian dan sebelum ini telah kusampaikan sebuah pesan sebagai hujjah terakhir bagi kalian. Ingatlah baik-baik, aku tinggalkan bagi kalian kitab Tuhanku dan Ahlul Baytku”. Kemudian mengangkat tangan Ali a.s. seraya berseru: “Inilah Ali. Ia akan selalu bersama Al Quran dan Al Quran juga akan selalu bersamanya. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga mereka datang menghadapku di telaga surga. Oleh karena itu, aku akan menanyakan kalian bagaimana kalian memperlakukan keduanya”.
22.Mencuci Tangan
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Janganlah menyalahkan kecuali dirinya sendiri orang yang hendak tidur malam sedangkan tangannya masih berlumuran debu”.
23.Balasan bagi orang yang selalu berwajah ceria
“Selalu berwajah ceria akan membawa seseorang masuk surga”.
24.Konsekuensi berumah tangga
“Wahai Rasulullah, tanganku telah mengapal karena setiap hari aku harus membuat tepung dan membuat adonan roti”.
25.Bahaya kikir
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah pernah berpesan kepadaku: “Jauhilah sifat kikir, karena kikir adalah sebuah penyakit yang tidak akan menjangkiti orang dermawan. Jauhilah sifat kikir, karena sifat kikir adalah sebuah pohon di neraka yang ranting-rantingnya menjulur ke dunia. Barang siapa yang berpegang teguh kepada sebatang rantingnya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menyeretnya ke dalam neraka”.
26.Pahala kedermawanan
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah berpesan kepadaku: “Peganglah sifat kedermawanan, karena sifat itu adalah sebuah pohon di surga yang ranting-rantingnya menjulang ke bumi. Barang siapa yang berpegangan dengan sebatang tangkainya (di dunia), maka tangkai tersebut akan menuntunnya menuju surga”.
27.Pahala mengucapkan salam kepada Rasulullah SAWW dan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. berkata: Rasulullah SAWW pernah bersabda kepadaku: “Barang siapa yang mengucapkan salam kepadaku dan kepadamu selama tiga hari berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan surga”.
28.Senyum yang penuh rahasia
Aisyah bercerita: Ketika Rasulullah SAWW sedang sakit parah, ia memanggil putrinya seraya membisikkan sesuatu di telinganya. Fathimah a.s. menangis. Kemudian ia membisikkan sesuatu untuk kedua kalinya. Fathimah a.s. tersenyum. Setelah itu aku bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab: “Tangisku karena Rasulullah SAWW memberitahu kepadaku bahwa ia akan segara meninggal dunia, dan senyumku karena ia memberitahu kepadaku bahwa aku adalah orang pertama yang akan menyusulnya”.
29.Rasulullah SAWW adalah ayah bagi keturunan Fathimah a.s.
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan setiap keturunan yang berasal dari seorang ibu sebagai keluarga yang berhubungan nasab langsung dengannya kecuali keturunan Fathimah. Karena aku adalah wali mereka (dan nasab mereka menyambung kepadaku)”.
30.Kebahagiaan sejati
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Jibril mewahyukan kepadaku bahwa orang yang sesungguhnya bahagia adalah orang yang mencintai Ali, baik pada masa hidupku maupun setelah wafatku”.
31.Rasulullah SAWW dan Ahlul Bayt a.s.
Fathimah a.s. bercerita: Suatu hari aku bertamu ke rumah Rasulullah SAWW. Ia membentangkan sehelai kain seraya berkata kepadaku: “Duduklah di atasnya”. Tak lama kemudian Hasan masuk. Rasulullah SAWW berkata kepadanya: “Duduklah bersama ibumu”. Selang beberapa waktu Husein masuk. Ia berkata kepadanya: “Duduklah bersama mereka berdua”. Kemudian Ali masuk. Ia berkata kepadanya: “Duduklah bersama mereka”. Setelah itu Rasulullah SAWW melipat kain tersebut sehingga menutupi kami seraya berkata: “Mereka adalah dariku dan aku dari mereka. Ya Allah, ridhailah mereka sebagaimana aku ridha atas mereka”.
32.Doa Rasulullah SAWW ketika masuk dan keluar dari masjid
Ketika masuk masjid, Rasulullah SAWW selalu membaca doa “Bismillaah, allaahumma shalli ‘alaa Muhammad waghfir dzunuubii waftah lii abwaaba rahmatik”, dan ketika keluar dari masjid, ia membaca doa “Bismillaah, allaahumma shalli ‘alaa Muhammad waghfir dzunubii waftah lii abwaba fadhlik”.
33.Keutamaan waktu antara fajar hingga matahari terbit
Fathimah a.s. bercerita: Suatu pagi Rasulullah lewat di sampingku ketika aku sedang berbaring hendak tidur pagi. Ia menggerakkanku dengan kakinya seraya berkata: “Wahai putriku, bangunlah, saksikanlah rezeki Tuhanmu dan janganlah engkau termasukdalam golongan orang-orang yang lupa. Karena Allah akan membagi rezeki manusia di antara waktu fajar dan matahari terbit”.
34.Orang sakit berada di bawah lindungan Allah
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Ketika seorang hamba sakit, Allah mewahyukan kepada para malaikat: “Bebaskanlah dia dari taklif selama ia menjadi tanggungan-Ku. Karena Akulah yang menahannya (dengan jalan menyakitkannya) sehingga Aku mencabut nyawanya atau menyembuhkannya”. Ayahku sering berkata: “Allah mewahyukan kepada para malaikat: “Tulislah bagi hamba-Ku ini sebanyak pahala amalan yang dikerjakannya pada waktu ia sehat”.
35.Menghormati orang lain
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Orang yang baik di antara kalian adalah orang yang paling luwes bergaul dengan orang-orang sekitarnya dan yang paling pengertian terhadap istrinya”.
36.Pahala membebaskan budak
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Barang siapa yang membebaskan seorang budak mukmin, maka ia akan terbebaskan dari api neraka”.
37.Waktu terkabulnya doa
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Pada hari Jumat terdapat sebuah waktu yang jika seorang hamba berdoa demi kebaikan di dalamnya, niscaya Allah akan mengabulkannya. (Waktu itu) adalah menjelang matahari terbenam”.
38.Meremehkan shalat
Fathimah a.s. berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku berkenaan dengan orang yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita. Ia bersabda: “Barang siapa yang meremehkan shalat, baik laki-laki maupun wanita, Allah akan menimpakan atasnya lima belas macam bala:
1. Allah akan menghilangkan berkah dari umurnya.
2. Allah akan menghilangkan berkah dari rezekinya.
3. Allah akan memusnahkan tanda-tanda orang saleh dari wajahnya.
4. Setiap amalan yang diamalkannya tidak akan diberi pahala.
5. Doanya tidak akan naik ke langit (baca : tidak dikabulkan).
6. Doa orang-orang saleh tidak akan meliputinya.
7. Ia akan meninggal dunia terhina.
8. Ia akan meninggal dunia kelaparan.
9. Ia akan meninggal dunia kehausan. Seandainya ia minum seluruh air sungai yang berada di dunia ini, niscaya dahaganya tidak akan sirna.
10. Allah akan mengutus malaikat yang siap menakut-nakutinya di dalam kubur.
11. Kuburannya akan terasa sempit dan hanya kegelapan yang akan menyelimutinya.
Allah akan mengutus malaikat yang akan menyeretnya dalam keadaan tengkurap dengan disaksikan oleh para makhluk (yang lain).
13. Ia akan dihisab dengan hisab yang berat.
14. Allah tidak akan sudi melihat wajahnya (baca : berpaling darinya), dan
15. Allah tidak akan menyucikannya, dan baginya siksaan yang pedih”.
39.Kekalahan para lalim
Fathimah a.s. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Jika dua pasukan yang zalim saling berperang, Allah akan membiarkan mereka dan tidak penting bagi-Nya pasukan mana yang akan menang. Dan jika dua pasukan zalim saling berperang, maka kekalahan akan dialami oleh pasukan yang terzalim”.
40.Cuplikan khotbah Fathimah a.s.
Fathimah a.s. pernah melantunkan sebuah khotbah terkenalnya di masjid yang cuplikannya adalah sebagai berikut: “Allah menciptakan iman demi menyucikan kalian dari kemusyrikan, mewajibkan shalat demi membersihkan kalian dari sifat congkak, mewajibkan zakat demi menyucikan jiwa dan menambah rezeki, mewajibkan puasa demi memperkokoh ikhlas (dalam jiwa kalian), mewajibkan haji demi memperkokoh agama, menganjurkan (bertindak) adil demi mematri kalbu, mewajibkan taat kepada kami demi teraturnya masyarakat, memproklamirkan keimamahan kami demi menjaga umat dari berpecah-belah, mewajibkan jihad demi memuliakan Islam, menganjurkan kesabaran demi membantu mendapatkan pahala, mewajibkan amar ma’ruf demi menjaga kemaslahatan umum, memerintahkan berbuat baik kepada orang tua demi menghindari kemurkaan-Nya, menganjurkan silaturahmi demi memperbanyak jumlah saudara, mewajibkan qishash demi menjaga pertumpahan darah, mewajibkan melaksanakan nazar demi memperoleh pengampunan, mewajibkan menyempurnakan timbangan demi mengikis habis sifat curang dalam jual beli, melarang meminum khamar demi membersihkan (umat) dari kekotoran (jiwa), melarang menuduh (orang lain) demi menghindarkan dari laknat, melarang mencuri demi mewujudkan harga diri, mengharamkan kemusyrikan demi terwujudnya ikhlas (dan pengakuan) terhadap ketuhanan-Nya. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dengan sesungguhnya, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim dan taatilah Dia sesuai dengan perintah dan larangan-Nya, karena hanya orang-orang alim yang akan takut kepada-Nya”.



Di-scan dari "Seratus Muslim Terkemuka" oleh Jamil Ahmad.

Pada suatu hari di Madinah, ketika Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat, tiba-tiba anaknya tercinta Fatima, yang telah menikah dengan Ali--prajurit utma Islam yang terkenal--datang pada Nabi. Dia meminta dengan sangat kepada aya hnya untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang ceking dan kesehatannya yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jau h letaknya, di samping juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi tampak terharu mendengar permohonan si anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Tetapi dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang anak dengan sinis, "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka ya ng terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa. Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat pahalanya di akhirat nanti." Anak itu mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Nabi, dan selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelay an selama hidupnya.
Fatima Az-Zahra si cantik dilahirkan delapan tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi yang pertama. Fatima ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya: Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum.
Fatima dibesarkan di bawah asuhan ayahnya, guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak-anak lainnya, Fatima mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai yang agak melankolis. Badannya yang lemah, dan kesahatannya yang buruk men yebabkan ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi ayahnya yag agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar.
Fatima, yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling diayang ayahnya dan sangat berbakti terhadap Nabi setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian, dialan yang sang at besar jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.
Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatima. Suatu saat Beliau berkata, "O... Fatima, Allah tidak suka orang yang membuat kau tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi."
Juga Nabi dikabarkan telah berucap: "Fatima itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga."
Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok probadi yang lebih besar daripada Fatima, kecuali kepribadian ayahnya."
Atas suatu pertanyaan, Aisyah menjawab, "Fatima-lah yang paling disayang oleh Nabi."
Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah denga Fatima, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh keberanian, kesal ehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk dapat meminang Fatima. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatima, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) milikn ya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan, dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara yang amat sederhana. Agaknya, maksud utama yang mendasari perayaan it u dengan kesederhanaa, ialah untuk mencontohkan kepada para Musllim dan Musllimah perlunya merayakan pernikahan tapa jor-joran dan serba pamer.
fatima hampir berumur delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu, ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung.
Kepada putrinya Nabi berkata, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Kehidupan perkawinan Fatima berjalan lanjcar dalam bentuknya yang sangat sederhana, gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatima di rumah melaksanak an tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari sumur. Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai, meskipun m ereka sendiri masih lapar.
Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan sejarah manusia, Fatima Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.
Pada suatu waktu, seorang dari suku bani Salim yang terkenal kampiun dalam praktek sihir datang kepada Nabi, melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab dengan lemah-lembut. Ahli sihir itu begitu heran menghadapi sikap luar biasa ini, hingga ia m emeluk agama Islam. Nabi lalu bertanya: "Apakah Anda berbekal makanan?" Jawab orang itu: "Tidak." Maka, Nabi menanyai Muslimin yang hadir di situ: "Adakah orang yang mau menghadiahkan seekor unta tamu kita ini?" Mu'ad ibn Ibada menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan melanjutkan: "Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain u ntuk penutup kepala saudara seagama Islam?" Kepala orang itu tidak memaki tutup sama sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di a tas kepala orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena dia lapar.
Salman membawa orang yang baru masuk Islam itu mengunjungi beberapa rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya makan, kearna waktu itu bukan waktu orang makan.
Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatima, dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu en ggan menolak seorang tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar tanpa memberinya makan sampai kenyang."
Fatima lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Slaman, dengan permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat berbudi luhur.
Salman balik ke rumah Fatima dengan membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatima menggiling jagung itu, dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatima menyisihkan beberapa buath roti intuk anak-anaknya yang kelaparan, tapi dijawab bahwa dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain kerudungnya uitu untuk kepentinga Allah.
Fatima dianugerahi lima orang anak, tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum. Hasan lahir pada tahun kegia dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatima merawat luka Nabi sepulangnya dari Perang Uhud. Fatima juga ikut bersama Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Waqad, apda akhir tahun 11 Hijrah.
Dalam perjalanan haji terakhir ini Nabi jatuh sakit. Fatima tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika itu Nabi membisikkan sesuatu ke kuping Fatima yang membuat Fatima menangis, dan kemudian Nabi membisikkan sesuatu lagi yang membuat Fatima tersenyum. Setelah nabi wafat, Fatima menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Ayahnya membisikkan bertia kematianya, itulah yang menyebabkan Fatima menangis, tapi waktu Nabi mengatakan bahwa Fatima-lah orang pertama yang akan berkumpul dengannya di ala m baka, maka fatima menjadi bahagia.
Tidak lama setelah Nabi wafat, Fatima meninggal dunia, dalam tahun itu juga, eman bulan setelah nabi wafat. Waktu itu Fatima berumur 28 tahun dan dimakamkan oleh Ali di Jaat ul Baqih (Medina), diantar dengan dukacita masyarakat luas.
Fatima telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusa yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatima akan menjadi "Ratu segenap wanita yang berada di Surga."



Sumber: "Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW" (terjemahan dari buku "An-Nisaa' Haula Ar-Rasuul") yang disusun oleh Muhammad Ibrahim Salim. Disalin oleh: Hanies Ambarsari.


        Fatimah adalah "ibu dari ayahnya." Dia adalah puteri yang 
mulia dari dua pihak, yaitu puteri pemimpin para makhluq Rasulullah
SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim.
Dia juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada
ibadah atau tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab,
hasab dan nasab.

        Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi' dan
Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kul-
tsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau
bersabda :"Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga
menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku." [Ibnul
Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]

        Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni
syurga yang paling utama, puteri kekasih Robbil'aalamiin, dan ibu dari
Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin Bukar berkata :"Keturunan Zainab
telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa Rasulullah SAW menyelimuti
Fatimah dan suaminya serta kedua puteranya dengan pakaian seraya ber-
kata :"Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Maka hilangkanlah
dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya." ["Siyar
A'laamin Nubala', juz 2, halaman 88]

        Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :"Datang Fatimah kepada 
Nabi SAW meminta pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya :
"Ucapkanlah :"Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung.
Wahai, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat,
Injil dan Furqan, yang membelah biji dan benih. Aku berlindung kepada-
Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau kuasai nyawanya. Engkau-
lah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah yang akhir dan tiada
sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada sesuatu di bawah-
Mu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan." (HR. Tirmidzi)

        Inilah Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri
dan menanggung berbagai beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa
ketika kaum Musyrikin telah meninggalkan medan perang Uhud, wanita-
wanita sahabah keluar untuk memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin.
Di antara mereka yang keluar terdapat Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW,
Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanydengan air, sehingga darah
semakin banyak yangk keluar. Tatkala Fatimah melihat hal itu, dia
mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada luka
itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar." (HR. Syaikha dan
Tirmidzi) Dalam kancah pertarungan yang dialami ut kita, tampaklah
peranan puteri Muslim supaya menjadi teladan yang baik bagi pemudi
Muslim masa kini.

        Pemimpin wanita penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra', puteri Nabi
SAW, di tengah-tengah pertempuran tidak berada dalam sebuah panggung
yang besar, tetapi bekerja di antara tikaman-tikaman tombak dan pukulan-
pukulan pedang serta hujan anak panah yang menimpa kaum Muslimin untuk
menyampaikan makanan, obat dan air bagi para prajurit. Inilah gambaran
lain dari pute sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepadada para
pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak
dapat dipenuhi. 

        Ali r.a. berkata :"Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak
mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu 
malam dan kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari.
Kami tidak mempunyai pembantu selain unta itu." Ketika Rasulullah SAW
menikahkannya (Fatimah), belmengirimkannya (unta itu) bersama satu
lembar kain dan bantal kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum,
sebuah timba dan dua kendi. Fatimah menggunakan alat penggiling gandum
itu hingga melecetkan tangannya dan memikul qirbah (tempat air dari kulit)
berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia menyapu rumah hingga berdebu
bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga mengotorinya juga. Inilah
dia, Az-Zahra', ibu kedua cucu Rasulullah SAW :Al-Hasan dan Al-Husein.

        Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah mengherankan
bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya yang 
penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, "ibu ayahnya, Muhammad", Al-
Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah), Az-Zahra' (yang ce-
merlang), Ath-Thahirah (yang suci), yang taat beribadah dan menjauhi
keduniaan. Setiap merasa lapar, dia selalu sujud, dan setiap merasa payah,
dia selalu berdzikir. Imam Muslim menceritakan kepada kita tentang keuta-
maan-keutamaannya dan meriwayatkan dari Aisyah' r.a. dia berkata :

        "Pernah isteri-isteri Nabi SAW berkumpul di tempat Nabi SAW. Lalu
datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya mirip dengan jalan
Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya seraya
berkata :"Selamat datang, puteriku." Kemudian beliau mendudukkannya di 
sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah 
menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW ber-
bisik kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu
aku berkata kepada Fatimah :Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara
khusus di antara isteri-isterinya, kemudian engkau menangis!" Ketika Nabi
SAW pergi, aku bertanya kepadanya :"Apa yang dikatakan Rasulullah SAW 
kepadamu ?" Fatimah menjawab :"Aku tidak akan menyiarkan rahasia Rasul
Allah SAW." Aisyah berkata :"Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata
kepadanya :"Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah
kepadaku apa  yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?" Fatimah pun
menjawab :"Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali
kepadaku, beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa
bacaannya terhadap Al Qur'an sekali dalam setahun, dan sekarang dia 
memerika bacaannya dua kali. Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah
kepada Allah dan sabarlah. Aku adalah sebaik-baik orang yang mendahului-
mu." Fatimah berkata :"Maka aku pun menangis sebagaimana yang engkau
lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau berbisik lagi kepadaku,
dan berkata :"Wahai, Fatimah, tidakkah engkau senang menjadi pemimpin
wanita-wanita kaum Mu'min  atau ummat ini ?" Fatimah berkata :"Maka aku
pun tertawa seperti yang engkau lihat."

        Inilah dia, Fatimah Az-Zahra'. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi
mulia dan terhormat. Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling
hingg berbekas pada tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga
berbekas pada dadanya. Dan dia menyapu rumahnya hingg berdebu bajunya.
Ali r.a. telah membantunya dengan melakukan pekerjaan di luar. Dia ber-
kata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin Hasyim :"Bantulah pekerjaan
puteri Rasulullah SAW di luar dan mengambil air, sedangkan dia akan men-
cupimu bekerja di dalam rumah :yaitu membuat adonan tepung, membuat roti
dan menggiling gandum."

        Tatkala suaminya, Ali, mengetahui banyak hamba sahaya telah 
datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada Fatimah, "Alangkah baiknya
bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta pelayan darinya." Kemudian
Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka beliau bertanya kepadanya :"Apa
sebabnya engkau datang, wahai anakku ?" Fatimah menjawab :"Aku datang
untuk memberi salam kepadamu." Fatimah merasa malu untuk meminta kepadanya,
lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang kepadanya, lalu bertanya :
"Apakah keperluanmu ?" Fatimah diam. 

        Ali r.a. lalu berkata :"Aku akan menceritakannya kepada Anda,
wahai Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling 
hingga melecetkan tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga
berbekas di dadanya. Ketika hamba sahaya datang kepada Anda, aku me-
nyuruhnya agar menemui dan meminta pelayan dari Anda, yang bisa mem-
bantunya guna meringankan bebannya."

        Kemudian Nabi SAW bersabda :"Demi Allah, aku tidak akan memberikan
pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah
merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku
jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka."

        Maka kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka
ketika keduanya telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala,
tampak kaki-kaki mereka, dan apabila menuti kaki, tampak kepala-kepala
mereka. Kemudian mereka berdiri. Nabi SAW bersabda :"Tetaplah di tempat
tidur kalian. Maukah kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada
apa yang kalian minta dariku ?" Keduanya menjawab :"Iya." Nabi SAW bersabda:
"Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu hendaklah kalian mengucap-
kan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali, Alhamdulillaah 10 kali 
dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur, ucapkan Subhanallah
33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33 kali."

        Dalam mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah
Fatimah menimang-nimang anaknya, Al-Husein seraya melagukan :"Anakku
ini mirip Nabi, tidak mirip dengan Ali." 

        Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika
ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata :
"Aduh, susahnya Ayah !" Nabi SAW menjawab :"Tiada kesusahan atas Ayahanda
sesudah hari ini." Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata :"Wahai,
Ayah, dia telah memenuhi panggilang Tuhannya. Wahai, Ayah, di surfa Firdaus
tempat tinggalnya. Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya."

        Fatimah telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam 
Shahihain diriwayatkan satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari
dan Muslim dalam riwayat Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmi-
dzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud.  Ibnul Jauzi berkata :"Kami tidak mengetahui
seorang pun di antara puteri-puteri Rasulullah SAW yang lebih banyak me-
riwayatkan darinya selain Fatimah."

        Fatimah pernah mengeluh kepada Asma' binti Umais tentang tubuh
yang kurus. Dia berkata :"Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu ?"
Asma' menjawab :"Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita 
dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan." Maka Fatimah menyuruh
membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat. Fatimah melihat keranda
itu, maka dia berkata :"Kalian telah menutupi aku, semoga Allah menutupi
aurat kalian." [Imam Adz-Dzhabi telah meriwayatkan dalam "Siyar A'laamin
Nubala'. Semacam itu juga dari Qutaibah bin Said ...dari Ummi Ja'far]

        Ibnu Abdil Barr berkata :"Fatimah adalah orang pertama yang 
dimasukkan ke keranda pada masa Islam." Dia dimandikan oleh Ali dan
Asma', sedang Asma' tidak mengizinkan seorang pun masuk. Ali r.a.
berdiri di kuburnya dan berkata :

        Setiap dua teman bertemu tentu
        akan berpisah
        dan semua yang di luar kematian
        adalah sedikit kehilangan satu demi satu
        adalah bukti bahwa teman itu
        tidak kekal

        Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia telah memenuhi pendengaran,
mata dan hati. Dia adalah 'ibu dari ayahnya', orang yang paling erat
hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika Nabi SAW
terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari Madinah
menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fatimah
langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air
dan membasuh mukanya. 

        Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut 
menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan-akan
kulihat Az-Zahra' a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya
dengan cinta dan kasih sayang. Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra',
puteri Nabi SAW, puteri sang pemimpin. Dia memberi contoh ketika
keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat Ummu
Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu'minin r.a. dan mengangkut
air dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi
makan kaum Mu'minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.

Semoga kita semua, kaum Muslimah, bisa meneladani para wanita mulia
tersebut. Amiin yaa Robbal'aalamiin.


Wallahu a'lam bishowab.
 
 
 
 DARICAHAYA KE BIDADARI
 
Riwayat yang masyhur menyebutkan bahwa Fatimah Zahra AS, hanya sempat mengenyam kehidupan yang singkat. Beliau wafat pada usia yang sangat belia, 18 tahun. Meski singkat, kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan cahaya. Pada kesempatan ini, kami ingin mengajak Anda untuk melihat sekelumit dari kepribadian beliau yang agung, untuk dijadikan pedoman, khususnya bagi kaum perempuan.Baca selanjutnya

Tak diragukan lagi, sebagian besar problem dan masalah yang dihadapi umat manusia adalah karena kelalaiannya akan hakikat wujud kemanusiaannya, sehingga dia terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia bisa mendekatkan diri kepada Tuhan saat dia mengenal dirinya dan mengetahui tugas yang harus ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta alam kehidupan.
Fatimah Zahra AS, adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”

Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Zahra AS. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi AS, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan ketulusan hatinya.”

Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, aku bersumpah dengan ilmu ghaib yang Engkau miliki dan kemampuan penciptaan-Mu. Berilah aku keikhlasan. Aku ingin aku tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”
Kecintaan Fatimah AS kepada Tuhan disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke kalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.”
Manusia yang mengenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Sayyidah Fatimah AS mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Mahabenar. Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah swt melalui firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah. Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.” Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini layak menjadi teladan bagi semua.

Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah AS diakui oleh semua orang yang hidup sezaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat, akan datang ke rumah Fatimah ketika semua jalan yang bisa diharapkan membantu mengatasi persoalan mereka telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan.
Poin penting lain yang dapat dipelajari dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepada Allah akan menghalangi orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Sayyidah Fatimah Zahra AS mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda dengan anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah AS berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah dari dunia ini…”

Detik-detik akhir kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah AS mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua pengasih.”
Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Zahra AS menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah arwah orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal 3 Jumadi Tsani tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Hari ini, kami mengucapkan belasungkawa kepada para pecinta keluarga suci Rasul.  

Rasul pernah menyifati putrinya, Fatimah AS dengan sabdanya, “Allah telah memenuhi hati dan seluruh anggota tubuh Fatimah dengan keimanan dan keyakinan.” Kepada putrinya itu, beliau pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“  
Kecintaan Rasulullah SAW kepada Fatimah Zahra AS merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Di saat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah SAW biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi SAW tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu. 

Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Rasul, “Mengapa Anda tidak memperlakukan anak-anak Anda yang lain seperti Fatimah?” Rasul menjawab, “Engkau tidak mengenal Fatimah. Aku mencium bau surga pada diri Fatimah. Engkau tidak tahu bahwa keredhaan Allah ada pada keredhaan Fatimah dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan Fatimah.”
Kesempurnaan manusia tidak mengenal jenis jantina. Kesempurnaan itu adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengenal dirinya lebih dalam. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah kesempurnaan. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada kesempurnaan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.  Keluasan ilmunya tampak sekali dalam khotbah yang beliau sampaikan di masjid Nabi, di hadapan para sahabat. 

Dalam khotbah itu, Fatimah AS menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan masyarakat adalah dengan memegang teguh agama dan patuh kepada perintah Allah. Beliau yang mengetahui psikologi masyarakatnya menerangkan berbagai kekurangan yang ada di tengah mereka. Dalam khotbah itu, Fatimah AS membawakan berbagai ayat suci Al-Qur’an dan menjelaskan tafsirannya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu yang layak dijadikan pelajaran dan bahan peringatan, diungkapkannya. Dalam khotbah tersebut Fatimah sebagai seorang hamba yang saleh dan arif yang hakiki, menjelaskan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.

 Fatimah Zahra AS, adalah wanita yang mengenal betul kondisi di tengah masyarakat. Beliau sadar akan adanya makar dan tipu daya musuh-musuh Islam. Hal itulah yang kemudian beliau ungkapkan dalam khotbahnya. Singkatnya, Fatimah AS sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk politik dan sadar akan kondisi di zamannya, menerangkan kepada semua orang bahwa Islam adalah agama terakhir Tuhan dan syariat yang paling sempurna. Beliau juga menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan mengikuti jejak Ahlul Bait AS.

Berikut ini adalah sekelumit dari khotbah Sayyidah Fatimah Zahra AS di masjid Nabi. “Rasulullah diutus saat seluruh bangsa terpecah-pecah. Mereka menyembah berhala. Meski mengenal Tuhan, mereka mengingkarinya. Dengan perantara Muhammad, Allah menyingkap tabir syirik dan kekafiran. Dia membersihkan kotoran dari hati, dan Dia berikan cahaya di mata. Muhammad dengan cahaya petunjuk bangkit di tengah umat untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya benderang. Dia menggiring umat ke arah agama yang kuat dan mengajak mereka kepada kebenaran. 
haidaren.wp.c



Tidak ada komentar: