13 Februari,
Mentari sudah mulai menyingsing,
sinarnya pun sudah menembus masuk melalui celah-celah jendela kamar ber horden biru itu.
Nadin masih tertidur pulas, sementara alarm yang sedari tadi berdering tak ia hiraukan.
Mama dan pembantunya bahkan sudah lelah mengetuk-ngetuk pintu namun ia tak jua bangkit dari bad nya yang super empuk itu.
"Nadin, sudah jam 8 nak, kamu gak kuliah?"
ucap mama nya dari luar pintu
Nadin menggerutu, kenyamanan tidurnya seolah terganggu.
Baru jam 2 malam ia tidur, karena semalaman ia begadang merayakan ulangtahun salah seorang temannya.
"iya mah.." jawabnya sembari bangkit dari bad nya dengan penuh rasa malas.
Nadin mengambil handuk yang tergantung di samping lemari pakaiannya dan menuju kamar mandi.
_______________
"Bi narsih, sarapan buat Nadin taruh dimeja makan ya? saya nanti saja sarapannya, soalnya obatnya habis,
uhuuuk uhuuk.." ucap mama Nadin kepada pembantunya diselingi batuk yang menyiksa tenggorokannya.
"Baik bu.." jawab Bi Narsih
"Bibi..... Kemeja putih aku mana?" ucap Nadin berteriak dari kamarnya dilantai atas.
Sadar bahwa pembantunya tidak mendengar teriakannya, Nadin pun turun kebawah dengan wajah merah karena marah.
"Bi Narsih mana mah? Masak kemeja putih aku belum di cuci, padahal kan mau aku pake buat presentasi nanti" ucap Nadin penuh emosi.
Bi Narsih pun menuju ruang makan,
"iya non, maaf, Bibi gak tahu, kan kemeja nya keselip di kamar non Nadin, jadi bibi gak lihat" ucap Bi Narsih
"lha terus aku mau pakai apa? kemeja putih aku kan cuma satu"
ucap Nadin
"Ya sudah, kamu nanti mampir ke butik aja dulu, kan di butik juga ada" ucap mama nya
Nadin memang punya usaha butik, usaha satu-satu nya yang menopang keuangan keluarganya.
"Waktu nya gak cukup mah" ucap Nadin, kemudian bergegas kembali ke kamar untuk bersiap-siap.
Bi Narsih hanya terdiam sambil menunduk.
_______________
Celana jeans ketat, blouse biru dan jaket, dengan rambut panjang terurai, adalah tampilan Nadin hari ini.
Meski ia juga harus bersiap menerima "omelan" dari dosen nya karena tidak memakai kemeja putih sesuai aturan,
namun ia sudah terbiasa dengan "omelan-omelan" yang mampir ke telinga nya.
"Mah, Nadin berangkat dulu" ucap Nadin
"Nad, obat mamah habis, kamu bisa mampir apotek kan?
tanya mama nya
"Aduh mah, Nadin hari ini sibuk, nanti deh kalau ada waktu Nadin beliin" ucap Nadin sambil memakai sepatu high heels nya.
"Besok juga mamah harus terapi, kamu bisa kan besok?"
tanya mama nya lagi
"Gak tahu deh mah, liat ntar aja. Ya udah Nadin berangkat dulu"
ucap Nadin sambil bergegas menuju mobil kesayangannya.
Ia berlalu tanpa mencium tangan sang bunda,
padahal mama nya sudah mengulurkan tangannya, berharap Nadin mau mencium tangannya, bahkan mengucap salam pun ia enggan.
Mama nya hanya bisa menangis dalam hati melihat sifat puteri tunggalnya itu.
Mama Nadin masuk kembali ke kamarnya, batuk nya tak jua hilang.
Ia memandang foto keluarga yang ia simpan di laci kamar.
Tergambar disana sebuah keluarga yang bahagia, ia, Nadin, dan suami nya.
Nadin sebenarnya anak yang baik, namun semenjak 2 tahun yang lalu saat orang tua mereka bercerai sifatnya pun berubah menjadi keras kepala.
Mungkin karena ia tertekan dengan percekcokan keluarga yang setiap hari ia dengar, ayah nya menceraikan ibu nya karena ia merasa tak nyaman di rumah setelah ibu nya di diagnosa menderita kanker serviks, ayah nya merasa lelah merawat ibu nya dan memutuskan bercerai, kini ia pun telah menikah lagi dan tinggal di Bandung.
Ibu Nadin meneteskan airmata sambil menatap foto itu, foto penuh cinta, penuh senyum, yang kini berubah menjadi penuh tangis dalam hati.
____________________
"Nad, gimana presentasi tadi?" ucap Madina, teman Nadin dari fakultas lain.
"Gagal semua, malah aku dapet omelan dari pak Hadi gara-gara gak pakai kemeja putih, gara-gara si Bibi lupa nyuci" ucap Nadin dengan cemberut.
"oh gitu,
eh iya besok sore ada kajian agama di ruang aula kampus, yang membahas tentang valentine gitu, kamu dateng ya?
ucap Madina yang berjilbab itu.
"Valentine? besok tanggal 14 ya? untung kamu ingetin aku" ucap Nadin sambil mencubit pipi Madina.
"jadi kamu ikut kan? nanti aku kasih bangku yang paling depan deh, soalnya ada bintang tamu Nasyid nya dan ada Ustadz terkemuka juga" ucap Madina dengan tersenyum
"Aduh Madina, besok itu Valentine, ngapain ikutan acara gituan.
Besok itu aku udah ada acara sama Reni dan yang lainnya,
kan besok juga aku mau ketemu sama Rizal, katanya dia ada kejutan buat aku, mudah-mudahan dia mau ngelamar aku"
ucap Nadin sambil tersipu.
"Tapi Nad.." belum selesai Madina melanjutkan ucapannya Nadin pun menyela
"udah ah Madina, aku mau pulang, mau beli obat buat mamah,
jadi gak sabar nunggu besok" ucap Nadin yang kemudian meninggalkan Madina sendiri.
Madina menghela nafas panjang,
niat baik nya tidak di gubris sama sekali oleh Nadin.
Ia hanya bisa berdo'a semoga Nadin bisa berubah.
_________________
"Mama... ini obat nya mah" ucap Nadin setelah masuk rumah
dan duduk di sofa ruang tamu.
Mama nya menerima kantung plastik putih yang berisi beberapa obat yang harus ia minum.
"Makasih Nad, oh iya, besok bisa antar mama terapi kan?"
tanya mama.
"Besok nadin gak bisa ma, besok pagi Nadin ada kuliah sampai siang, terus sore nya sampai malem Nadin ada acara sama Reni dan yang lain.
Kan besok Valentine, jadi kita bikin acara sama temen-temen, Rizal juga ada, dia bilang mau kasih aku cokelat dari Italy,
pasti enak" ucap Nadin
"Buat apa ada acara seperti itu? kalau mau cokelat kan bisa mama buatin cake cokelat kesukaan kamu, jadi kamu gak usah pergi ke acara seperti itu" ucap sang bunda.
"Mamah, besok itu hari spesial, cokelatnya juga spesial,
kan juga gak tiap hari Nadin bisa dapet cokelat dari Italy,
sedangkan kalau Cake cokelat buatan mama kan Nadin masih bisa makan kapan saja" sanggah Nadin
"Tapi Nad, gak usah lah ikut acara seperti itu,
terus mama gimana terapi nya? kan udah di jadwal sama dokter Lisa". lanjut mama nya
"Ya kan mama bisa naik taksi, biar dianterin sama bi Narsih, lagian acara seperti ini juga gak tiap hari, setaun sekali.
Kalau nganterin mama juga lain kali pasti bisa,
udah ah ma, Nadin laper mau makan dulu" ucap Nadin
Mama nya masih duduk diam di ruang tamu,
gelisah ia memikirkan sikap puteri nya itu.
Entah kapan ia bisa berubah.
Kadang sang bunda rindu dengan masa kecil Nadin yang sangat bahagia dan baik hati.
Puteri kecil nya dulu yang bahkan tak tega jika mnyakiti seekor semut pun, namun kini ia menyakiti hati ibu nya,
membuat sang Ibu selalu menangis meski tak ia tunjukkan.
_____________
Pukul 8 malam, Nadin merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
Tangan nya tak lepas dari handphone nya, tak ada sms atau telpon dari Rizal, pacar nya.
Ia sedikit marah karena hari ini Rizal tak memberi nya kabar.
Namun dalam hati ia berfikir,
"Pasti Rizal masih sibuk bikin sureprise buat besok"
ucap Nadin dalam hati, ia pun memejamkan mata dan tertidur.
**************************
********************
14 Februari,
Nadin terbangun dari tidurnya, hari ini dia bangun jam 6 pagi,
padahal biasanya sampai jam 8 dia sulit dibangunkan.
Mama nya hanya bisa mendoakan agar ia menjadi puteri nya yang baik seperti saat dulu.
Mama nya sudah cukup lelah, semua nasehat nya tak pernah Nadin dengar,
malahan semakin mama nya marah, semakin Nadin memberontak.
Nadin membuka lemari pakaiannya,
ia menggerakkan mata nya ke kanan ke kiri, dari atas sampai bawah, mencari baju yang akan ia pakai untuk ke acara Valentain nanti malam.
Senyum simpulnya mengembang saat ia melihat gaun merah hati yang terlipat di sudut laci lemari nya.
Ia mengambil baju itu, dan berkaca.
"Pakai baju ini saja nanti malam, pasti cantik" ucapnya.
Nadin turun ke lantai bawah dan mencari pembantu nya.
"Bi Narsih, baju ini di setrika ya? nanti malam mau tak pakai, yang licin pokoknya" ucap nya.
"iya mbak, nanti saya setrika yg rapi" jawab Bi Narsih.
_________________
Jam 9 pagi,
Nadin bersiap berangkat ke kampus nya, ia sedang sarapan bersama mama nya di ruang makan.
"Nad, gimana nanti? mama harus terapi hari ini" ucap mama nya
"Kan kemarin Nadin udah bilang mah, hari ini Nadin gak bisa,
Nadin buru-buru nih mau ke kampus dulu, Nadi berangkat ya?"
ucap Nadin sambil berlalu meninggalkan mama nya.
"Ya Allah Nadin..." gumam mama nya dalam hati.
__________________
Jam demi jam berlalu,
Kelas demi kelas pun usai,
Nadin pun meninggalkan kelas nya.
"Nadin..." suara seorang wanita mengagetkan Nadin yang sedang berdiri di luar kelas nya.
"Madina, ada apa? bikin kaget saja" ucap Nadin
"Gimana nanti? acara seminarnya masih terbuka kok, tiketnya masih ada, kamu mau ikut kan?" ucap Madina
"Kan kemarin aku udah bilang, aku ada acara sama Reni dan yang lain, atau kamu ikut aku saja, nanti aku kasih deh cokelat asli dari Italy, ya? ngapain juga ikut acara seminar kayak orang tua aja" sanggah Nadin.
"Maaf Nad, aku orang Islam, dan aku menentang acara-acara seperti itu. Acara seperti itu bukan budaya islam" jawab Madina.
"Jadi menurut kamu aku bukan orang Islam? aku juga Islam.
Memang apa salahnya ikut acara Valentain? lagipula juga gak tiap hari". jawab Nadin dengan sedikit emosi.
"Nad, memang apa bagusnya acara Valentain? hadist Nabi Muhammad mengatakan bahwa jika kita mengikuti suatu kaum, maka kita termasuk kaum tersebut. Acara-acara seperti itu budaya kafir, jangan sampai kita termasuk golongan kafir Nad".
Madina mencoba mengingatkan Nadin.
"Kok kamu malah ceramahin aku? kamu itu teman aku atau bukan? aku ngerti, aku juga bisa bedain mana yg benar dan yang salah, aku cukup dewasa bisa menjaga diriku.
Udah, aku mau pulang dulu" ucap Nadin sembari pergi.
Madina memandang Nadin yang telah berlalu,
ada rasa sedih dalam hati nya, sedih melihat Nadin menjadi seperti itu. Nadin yang baik hati dan penyayang telah berubah menjadi Nadin yang keras kepala dan pemarah.
____________
Mentari sore telah menyapa Nadin yang sedang asyik memilih-milih aksesoris untuk menunjang penampilannya nanti malam.
Kotak demi kotak perhiasan ia buka, mencari anting, kalung, dan cincin yang sepadan dengan gaun nya.
Sepatu high heels nya juga telah siap.
hatinya berbunga-bunga, karena hari ini ia akan bertemu dengan Rizal pacarnya, yang berkata bahwa ia akan memberikan cokelat spesial dari Italy untuk Nadin.
Nadin juga berharap hari ini Rizal akan melamarnya.
____________
Senja telah hilang dari peraduan, Nadin sedari tadi sibuk menata rambut panjangnya agar terlihat cantik.
Tak berapa lama ia pun telah siap untuk berangkat.
"Nadin, apa gak sebaiknya kamu dirumah saja? gak usah lah ikut acara seperti itu, kalau cuma karena cokelat, mama bisa kok buatin cake cokelat kesukaan kamu, rasanya juga gak kalah sama cokelat dari Italy. Nanti mama buatkan yang banyak buat kamu, jadi gak usah pergi ke acara Valentain, ya?
Kamu anterin mama ke terapi ke dokter Lusi saja" bujuk sang mama.
"Mama, Nadin udah rencanain ini sejak seminggu yang lalu,
Nadin cuma mau ketemu teman-teman, dan juga Rizal mau ngasih Nadin cokelat, apa salahnya sih ma" jawab Nadin.
"Tapi nak, acara seperti itu haram di agama Islam, itu bukan budaya kita nak, nanti mama buatkan cake cokelat yang banyak buat kamu. kamu mau berapa banyak? se loyang? dua loyang? atau lima loyang nanti mama buatin" ucap mama
"Mama, Nadin ini udah cukup dewasa, Nadin bisa jaga diri,
lagian kalau cokelat buatan mama masih bisa Nadin makan kapan saja, kalau hari ini kan enggak. kalau mama mau buat cake cokelat besok-besok kan juga bisa. udah ah Nadin mau berangkat dulu". Nadin tidak mendengarkan nasehat mama nya dan bergegas pergi.
Mama Nadin menangis, hatinya sakit melihat puteri kesayangannya bersikap seperti itu.
Ia pun turun menuju dapur.
"Bi Narsih, bantu saya siapin adonan buat bikin cake cokelat kesukaan Nadin ya? saya mau buatin untuk dia"
ucap mama Nadin.
"Tapi bu, ini kan udah malam, lagipula ibu kan kurang sehat, nanti kalau ibu nge drop bagaimana?" ucap Bi Narsih.
"Gak pa pa bi, saya mau bikin cake buat Nadin, biar dia seneng"
jawab mama nya.
_______________
Acara valentain pun telah ramai dipenuhi muda mudi yang saling bertukar cokelat dan bunga.
Nadin berdiri di luar bersama Reni, mata nya tak henti mengamati lalu lalang orang, ia mencari-cari Rizal, namun belum juga datang.
Tak berapa lama matanya menangkap sosok lelaki yang dicintainya itu, memakai kemeja hitam dan membawa sebuah kotak berpita merah.
"Rizal..." sapa Nadin sambil melambaikan tangannya ke arah Rizal.
Rizal melihat Nadin dari kejauhan, dan berjalan menuju nya.
"Hai, maaf telat". ucap Rizal.
"Gak pa pa". jawab Nadin
Mereka pun mengikuti acara itu, yang di isi dengan penampilan band yang menyanyikan lagu-lagu cinta anak muda masa kini.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Nadin dan Rizal berbincang-bincang di luar tempat acara.
"Nad, ada hal yang mau aku bicarakan" ucap Rizal
"Apa?"
Nadin tersipu, dalam hati nya ia berharap jika Rizal akan melamarnya, jantungnya berdegup kencang menanti ucapan dari Rizal.
"Maaf aku harus mengatakan ini disaat seperti ini.
Tapi aku harus tetap mengatakan nya padamu" ucap Rizal.
Nadin semakin tidak mengerti, ia bertanya-tanya dalam hati, apa yang ingin dikatakan Rizal.
"Maaf Nad, sepertinya hubungan kita sudah tidak bisa dilanjutkan lagi. Sebenarnya aku sudah di jodohkan oleh orang tua ku,
dan aku akan segera menikah. Maaf Nad" ungkap Rizal penuh ragu.
Nadin bagai tersambar petir mendengar ucapan Rizal, ia tak percaya Rizal mematahkan hati nya disaat seperti ini.
Airmatanya berjatuhan, hatinya berontak tak percaya.
"Apa maksud kamu? Kamu tega sekali". jawab Nadin.
"Maaf Nad, aku minta maaf, aku yakin kamu akan dapat jodoh yang lebih baik dari aku.
Ini cokelat buat kamu, aku sudah berjanji akan memberikanmu cokelat spesial ini, mudah-mudahan kamu suka" Ucap Rizal sembari menyodorkan kotak berpita merah itu yang berisi cokelat.
"Aku gak butuh cokelat ini" Nadin membanting cokelat itu dengan kasar. Tanpa berkata-kata lagi ia pun pergi meninggalkan Rizal.
Rizal terdiam menunduk memandangi kotak cokelat itu yang telah rusak oleh Nadin.
________________
Nadin masih belum berhenti menangis hingga ketika ia sampai di depan pintu rumahnya.
Bel berkali-kali di tekan, namun tak ada seorang pun yang membukakan pintu.
Ia semakin kesal dan berteriak memanggil Bi Narsih, namun tetap tak ada jawaban.
"Permisi mbak.." seorang wanita yang merupakan tetangganya mendekati nya.
"Iya, ada apa?" tanya Nadin
"Begini, tadi mama nya mbak Nadin pingsan, terus dibawa ke rumah sakit sama bi Narsih" jawab ibu-ibu itu
"Pingsan? dirumah sakit mana?" tanya Nadin dengan penuh ketakutan
"Di Rumah sakit tempat biasanya terapi katanya" jawabnya
Nadin terkejut mendengar kabar itu, ia pun langsung bergegas menuju rumah sakit.
________________
Mama Nadin terbaring di ranjang rumah sakit,
keadaannya bertambah parah hingga harus dibantu dengan oksigen.
"Bi, mama kenapa bi?" tanya Nadin setibanya di kamar rawat mama nya.
"Ibu tadi pingsan mbak di dapur, tadi ibu lagi bikin cake cokelat untuk mbak Nadin, tapi ibu malah pingsan.
Dokter bilang Ibu kecapek'an, tekanan batin, dan harusnya kan hari ini jadwalnya terapi, tapi tadi gak terapi" jawab bi Narsih dengan wajah sedih.
Airmata Nadin semakin tak terkendali.
Ia merasa bersalah karena tidak mendengar nasehat mama nya.
Ia menghampiri tubuh mama nya yang masih belum sadar, dan mencium kening nya.
Tangan mama nya bergerak menyentuh tangan Nadin.
"Mama, maafin Nadin ma.." ucap Nadin sambil mencium tangan mama nya.
"Nadin, mama sayang Nadin. Nadin harus jadi anak baik seperti dulu, mama sayang sekali sama Nadin" ucap sang bunda dengan suara lirih.
"Iya ma, Nadin minta maaf" jawab Nadin dan memeluk mama nya.
Saat memeluk sang mama, Nadin mendengar mama nya mengucap kalimat-kalimat Allah, dan tiba-tiba suaranya terhenti.
Nadin menatap lekat wajah mama nya, tangan mama nya tak lagi bergerak, Nadin pun menyuruh bi Narsih memanggil dokter.
"Mama, bangun ma, Nadin janji Nadin berubah, tapi mama harus bangun" ucap Nadin
Dokter datang dan memeriksa mama nya.
"Maaf mbak, ibu anda sudah tidak ada" ucap dokter
Nadin terperanjat, ia pun berteriak-teriak memanggil-manggil mama nya, namun sia-sia.
Airmata nya meleleh,
beberapa kejadian sebelum nya terkenang di memori ingatannya.
ia yang membantah ucapan mama nya,
tidak mendengarkan nasehat mama nya,
bahkan lebih memilih pergi ke acara valentain daripada mengantar mama nya terapi.
Penyesalan itu terlalu berat baginya.
**************************
*********************
15 Februari,
Pagi ini udara sangat sejuk,
kebun mawar Nadin bermekaran mewarnai hamparan kebun dengan indahnya.
Namun suasana itu berbeda dengan suasana hati Nadin.
Pagi ini jenazah mama nya akan di kebumikan.
Belum cukup rela hati Nadin untuk menerima semua ini.
namun ini adalah takdir yang harus ia lalui dengan sabar.
Rumahnya sudah ramai oleh kerabat dan para tetangganya untuk mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Ayah Nadin terlihat duduk diantara mereka, bersama keluarga baru nya.
Nadin menghampiri ayahnya dan mencium tangan ayahnya.
"kamu yang sabar ya? setelah ini kamu tinggal saja dengan papa ke Bandung". ucap ayahnya.
"Tidak pah, Nadin mau tetap disini, supaya Nadin bisa selalu menengok mama. Nadin mau tinggal disini sama bi Narsih"
jawab Nadin.
Pukul 9 pagi jenazah mama nya pun diantar,
setelah dikebumikan, Nadin menabur bunga di atas makam mama nya, diiringi airmata yang tiada habis.
Seusai berdoa para pelayat pun pulang meninggalkan makam itu.
Tinggallah Nadin yang ditemani Madina yang masih belum beranjak pergi.
"Ma, maafin Nadin, Semoga mama tenang disana, Nadin akan selalu doain mama". ucap Nadin
Madina memeluk pundak Nadin, dan mengisyaratkan untuk pulang.
Mereka pun meninggalkan makam itu dan kembali pulang.
"Nad, maaf aku gak bisa mampir ke rumah, karena aku mau ngajar, insyaAllah besok aku ke rumah ya?" ucap Madina.
"Iya, gak pa pa, makasih ya?" jawab Nadin.
________________
Nadin sampai dirumah dengan wajah lesu.
Rumahnya kini sepi, hampa.
Tiada lagi senyum indah mama nya yang menghisai hari-hari nya.
Tiada lagi yang memberinya nasehat-nasehat.
Nadin masuk ke kamar mama nya, dan duduk di ranjang.
ia mengusap-usap ranjang mama nya dengan hati pebuh luka.
Ia membuka laci kecil disamping ranjang, di lihatnya sebuah foto yang tergeletak disana.
Nadin mengamati foto itu, foto keluarganya dulu, saat masih lengkap dengan kedua orang tua nya.
Tak sengaja ia membalik foto itu, sebuah tulisan tersusun rapi disana.
"Mama sayang Nadin,
mama ingin Nadin berubah.
Mama sayang Nadin,
maka dari itu mama selalu memberi nasehat.
Mama sayang Nadin,
Rindu Nadin yang dulu
Yang selalu tersenyum ramah pada semua orang.
Nadin yang baik hati,
Nadin yang selalu menjaga mama,
Nadin yang selalu membela mama.
Mama sayang Nadin..."
Tak terasa Nadin terisak membaca tulisan itu.
Betapa ia sangat menyesal tidak bisa menjadi seperti yang mama nya harapkan.
"Mbak Nadin, ikut bibi sebentar yuk" ucap bi Narsih yang sudah berdiri di depan pintu kamar mama nya.
Nadin mengikuti bi Narsih, ternyata menuju dapur.
"Kemarin malem ibu bikin cake cokelat kesukaan mbak Nadin.
Ibu tidak ingin mbak Nadin pergi ke acara valentain, jadi ibu bikin kue buat mbak Nadin, tapi... baru sepotong yang sudah matang ibu langsung drop dan pingsan.
Ini kue nya bibi taruh di dalem kulkas" bi Narsih mengeluarkan sepotong cake cokelat buatan mama nya.
Nadin menerima cake itu dengan sedih, justru kali ini isakan tangisnya semakin parah.
"mama..." ucapnya
Ia teringat ucapannya kepada mama nya ketika sang mama melarang nya untuk ikut acara valentine hanya demi mendapatkan cokelat dari Rizal. Sedangkan ia bilang masih bisa makan cokelat buatan mama nya kapan saja.
Ia sadar, ia salah besar.
bahkan Rizal pun memutuskan hubungan mereka,
dan cokelat dari Rizal ia buang.
Dan kini ia hanya bisa menyesali semua tindakannya.
Ketika ia lebih memilih pergi ke acara itu dan menolak ketika mama nya minta diantar ke dokter untuk terapi.
Kini ia tak bisa lagi menikmati cake cokelat buatan mama nya sendiri,
dan yang di pegangnya kini adalah cake terakhir buatan mama nya.
Sambil menangis Nadin memakan cake itu,
ia baru merasakan betapa enak cake buatan mama nya sendiri.
Lebih enak dari apapun di dunia ini.
"Ini sepotong cake cokelat terakhir dari mama,
aku tidak bisa lagi memakan cake buatan mama" ucap Nadin sambil menangis.
"Sabar ya mbak Nadin" bi Narsih mencoba menenangkan hati Nadin.
_________________
Nadin membersihkan kamar mama nya,
menata nya dengan rapi agar tetap terlihat bersih seperti semula.
Nadin membuka lemari mama nya, dan menata baju-baju dan juga jilbab mama nya dengan rapi.
Kini ia tak lagi seperti dulu, ia belajar menjadi Nadin yang sesuai dengan harapan mama nya.
***************
Desau angin berhembus cukup kencang,
Sore ini Madina sedang sibuk mengajar mengaji anak-anak didiknya di rumahnya.
Terdengar suara anak-anak kecil saling bersahutan mengikuti ucapan Madina dengan semangat.
"Tok tok tok..." bunyi ketukan pintu memecah suasana.
"Sebentar ya adik-adik, mbak Madina lihat keluar dulu, ada tamu" ucap Madina.
"Iya mbak.." jawab anak-anak
Madina membuka pintu depan, dilihatnya seorang wanita berjilbab berdiri membelakangi pintu.
"Maaf, cari siapa ya?" tanya Madina dengan sopan.
Wanita itu pun memalingkan wajahnya ke arah Madina sambil tersenyum.
"Nadin, kamu Nadin..." Madina terkejut dengan apa yg di lihatnya.
Nadin datang ke rumah Madina, namun kali ini penampilannya berbeda. Tak ada lagi celana jeans dan rambut panjangnya yang terurai.
Ia kini memakai baju gamis panjang lengkap dengan jilbab nya, tanpa make up yang membuatnya justru semakin terlihat cantik.
Madina tersenyum, Nadin malah menjadi malu karena Madina tak henti menatapnya dari atas hingga bawah.
"Kok lihat nya gitu sih? aku gak pantes ya pakai baju seperti ini?" nadin cemberut
"Bukan gitu Nad, justru kamu cantik banget, subhanallah" jawab Madina.
"Aku mau hijrah, aku mau jadi wanita yang baik seperti mu. kamu bantu aku ya?" pinta Nadin.
"aku juga belum bisa jadi wanita yang baik segalanya, jadi kita belajar sama-sama ya?" jawab Madina
"Terimakasih ya? Kamu memang sahabatku yang baik. Aku boleh minta tolong gak?" tanya Nadin
"Apa?"
"Aku merasa tidak cocok dengan nama Nadin, itu nama dari ayahku, dulu mama pernah cerita katanya sempat tidak suka dengan nama itu. Aku sudah berubah, bolehkah aku merubah nama itu?" ucap Nadin.
"Hemm.... semua kejadian yang ada bukanlah karena kesalahan dari nama kamu. Itu semua sudah takdir, tapi boleh juga kalau kamu punya panggilan baru, tapi apa ya?" Madina mulai berfikir keras.
Nadin diam menunggu jawaban dari Madina.
"Khumaira,, bagaimana kalau aku panggil kamu Khumaira?" ucap madina.
"Khumaira? memang apa artinya?" tanya Nadin bingung
"Khumaira itu sebutan untuk isteri Nabi Muhammad, Aisyah.
Artinya pipi yang kemerah-merahan. Kamu kan cantik, kalau senyum pipimu merah, jadi aku panggil kamu Khumaira".
lanjut Madina.
"Hemm.. boleh juga tuh.. Khumaira". ucap nadin
Mereka pun tertawa bersama.
"Kakak, ayo kita lanjutkan ngajinya" ucap salah seorang murid Madina.
"Iya sayang, sebentar ya?" jawab madina.
"Kamu mau kan ngajarin aku ngaji?" pinta Khumaira.
"Tapi aku ngajar nya anak-anak kecil, kamu gak apa apa?" tanya Madina.
"Gak apa-apa, kamu anggap aja aku anak kecil, hehe" ucap Khumaira.
"Oke, ayo kita masuk"
Madina menggandeng tangan Nadin, Khumaira.
Mengajaknya hIjrah dari kegelapan menuju cahaya yang terang,
Dari kesedihan menuju meraih cinta yang hakiki, Cinta Illahi.
==========================
===TAMAT===============================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar