Senin, 27 Juni 2011

Dan Musibah Apakah yang Lebih Besar Dari Musibah Wafatnya Rosulullah Saww???

ahalat tolak bala
Bulan safar adalah bulan ke-2 Hijriyah. Bulan yang penuh kesedihan, setelah bulan muharam. Di bulan muharan telah terjadi musibah pembunuhan dan pembantaian terhadap keluarga Rosullullah saww, dengan syahidnya Imam Husein as yang kepalanya dipenggal oleh orang-orang dhalim yang terjadi di hari Asyura (10 muharam). Kepala Imam Husein terpisah dari badannya dengan jarak yang sangat jauh, sebab Imam Husein dipenggal di daerah Karbala-Irak, dan kepalanya dibawa ke Syuriah (Syam).
Begitupun keluarga Rosul yang tersisa, yang menjadi tawanan, dibawa ke Syuriah dengan diseret-seret berjalan kaki dalam kondisi kelaparan dan kepayahan. Salah satunya adalah cucu Rosulullah, Imam Ali Zainal Abidin, yang dikenal sebagai As-Sajad, ahli sujud dan ibadah, yang pada saat itu sedang sakit parah. Baru pada tanggal 20 safar di tahun yang sama kepala Imam Husein dibawa kembali ke Karbala-Irak, dan disatukan/didekatkan dengan tubuhnya yang hancur terpotong-potong. Imam Husien dimakamkan di daerah Karbala-Irak dekat kota Najaf. Inilah hari-hari kedukaan keluarga Rosulullah saww. Dan yang tidak kalah dahsyatnya kedukaan keluarga Rosul, termasuk juga kedukaan semua kaum muslimin, adalah wafatnya Rosulullah saww pada bulan safar ini, tepatnya tanggal 28 safar. Seluruh kaum muslimin, bahkan seluruh alam berduka cita karena telah ditinggal oleh manusia agung, rahmatan lil ‘alamin. Pada bulan safar inilah kedukaan-kedukaan (musibah-musibah besar) kaum muslimin terjadi. Dan musibah apakah yang lebih besar dari musibah wafatnya Rosulullah saww???

Yang menarik pada bulan safar ini adalah adanya istilah Rebo Wekasan dikalangan umat Islam Indonesia, khususnya masyarakat Pulau Jawa (termasuk Sunda). Rebo Wekasan adalah hari rabu terakhir di bulan safar. Rebo wekasan ini dikenal juga dengan hari Tolak Bala. Menurut yang diyakini, bulan safar merupakan bulan yang penuh musibah, bahaya, bencana dan malapetaka. Supaya terhindar dari semua malapetaka tersebut, maka diadakanlah tradisi Tolak Bala dengan berbagai ritualnya.
Dalam ritual tersebut biasanya masyarakat berkumpul pagi hari Rabu Wekasan di masjid atau tempat umum lainnya dengan membawa jamuan makanan bermacam-macam (ketupat dan temannya, ada ayam sayur, ayam goreng, ayam bakar dan lain-lain). Acara ini dipimpim oleh seorang kyai dan diiringi dengan tahlil dan tahmid serta diakhiri dengan do’a tolak bala. Dan setelah itu, jamuan tersebut dibagikan kepada hadirin untuk dimakan secara bersama-sama. Entah saat ini, kegiatan tersebut masih dilakukan dengan berbagai macam ritual tersebut atau tidak. Yang jelas istilah tradisi Rebo Wekasan masih ada sampai saat ini.
Ada sebuah buku berjudul “Kanzun Najah” karangan Syekh Abdul Hamid Kudus yang pernah mengajar di Makkatul Mukaramah. Dalam buku tersebut diterangkan bahwa telah berkata sebagian ulama bahwa setiap hari Rabu di akhir bulan Shafar diturunkan ke bumi sebanyak 360.000 malapetaka dan 20.000 macam bencana. Bagi orang yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala pada hari tersebut dan dilanjutkan membaca do’a tolak bala, maka orang tersebut terbebas dari semua malapetaka dan bencana yang sangat dahsyat tersebut.
Terlepasdari benar tidaknya ritual (termasuk shalat tolak bala) rebo wekasan, ada satu hal yang perlu mendapat perhatian kita semua. (Mengenai ada tidaknya shalat tolak bala, harus merujuk atau bertanya kepada para ulama yang berkompeten). Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa bulan safar ini adalah bulan yang penuh kesedihan untuk keluarga Rosulullah saww. Bulan safar adalah bulan yang penuh musibah bagi keluarga Rosul saww. Jika Keluarga Rosul saww berduka dan bersedih hati, tidakkah kita sebagai umat Rosul yang mengaku mencintai Rosul dan Keluarganya (Ahlul Bait Nabi) juga turut berduka dan bersedih hati atas musibah dan bencana yang menimpa Keluarga Rosul saww ???
Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepada kalian sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga (Nabi).” (Qs. Asy-Syürä : 23)
Pada bulan safar kita melakukan ritual tolak bala dan berdoa supaya terhindar dari bala, bencana dan musibah. Bukankah ritual tersebut (doa tolak bala) seharusnya dilakukan setiap hari supaya kita selalu terhindar dari semua bencaba? Tidakkah kita dituntut untuk menjaga diri dan berdoa setiap saat? Doa untuk tolak bala mestinya dibaca setiap saat. Dan sebenarnya musibah-musibah apa saja yang kita takutkan di bulan safar ini? Bukankah Imam Ali bin Abi Thalib as mengatakan bahwa semua hari adalah baik jika kita berbuat baik di dalamnya? Dan musibah-musibah itu bukan saja datang pada bulan safar, tetapi juga pada bulan-bulan lain. Dan jika bulan safar adalah bulan penuh bencana dan musibah sepanjang bulan, maka kenapa doa dan ritual tolak bala dilakukan di akhir bulan safar (rabu terakhir)? Tidakkah lebih dapat dipahami jika doa dan ritual tolak bala tersebut dilakukan di awal (hari pertama/ rabu pertama) bulan safar, supaya di seluruh bulan safar kita terjaga dari marabahaya??? Banyak pertanyaan yang bisa diajukan untuk sekedar ingin mengetahui : APA SEBENARNYA MUSIBAH BESAR YANG TERJADI DI BULAN SAFAR sehingga kita harus berlindung darinya????
Musibah terbesar adalah kesedihan kita bersama sedihnya para keluarga Rosul. Berdukanya kita bersama dukanya keluarga Rosul atas wafatnya Rosul Tercinta saww dan terbantainya keluarga Rosul di Karbala dahulu. Inilah yang pantas kita perhatikan. Kita selalu mengenang hari kelahiran Rosulullah saww, tapi tidak pernah mengenang, bahkan tidak ingat dan tidak tahu kapan hari wafatnya Rosulullah saww. Kita sering mengadakan acara HAUL (peringatan tahunan meninggalnya seseorang) dari keluarga dan orang tua kita yang telah meninggal. Juga kita sering ikut serta acara HAUL seorang Kyai atau Ulama. Tapi kita tidak pernah memperingati HAUL nya Rosulullah saww. Jika memperingati lahir dan wafatnya orang-orang besar adalah perbuatan baik dan dianjurkan, maka dalam hal ini TIDAKKAH ROSUL LEBIH AGUNG DAN MULIA dari semua orang dan semua makkhluk? Tidakkah mengingat wafatnya Rosulullah saww lebih berharga dan bermafaat dunia akhirat? Hal inilah yang jarang mendapat perhatian kita.
Dan pada hari Rabu Wekasan (rabu terakhir) bulan safar ini bertepatan dengan hari wafatnya Rosulullah saww, tanggal 28 Safar. Sebagaimana kita bersuka cita, bergembira ria dan mengadakan acara-acara yang menyenangkan untuk memperingati hari lahirnya Rosul saww pada bulan robi’ul awwal, maka pada bulan safar ini bersedih dan berdukanya kita atas musibah yang menimpa Rosul saww dan keluarga beliau adalah hal yang pantas dan wajar serta terpuji. Kita banyak-banyak berdoa (khususnya doa ziarah) serta bershalawat kepada Rosulullah saww dan keluaga beliau. Semoga dengan shalwat, doa dan mengenang manusia agung dan keluarganya yang mulai kita dihindarkan dari segala bahaya dan bencana di sepanjang hidup kita, di dunia dan akhirat…
Dan musibah apakah yang lebih besar dari musibah wafatnya Rosulullah saww???
Wallahu a’lam bishowab Sholli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad


Tidak ada komentar:

Posting Komentar